Bongkah.id – Rencana pemerintah menggelar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak pada 9 Desember 2020 dari rencana awal pada 9 September, hendaknya perlu dikaji ulang. Sehingga penyelenggaran Pilkada yang bertujuan baik, justru membawa kemudhorotan (merugikan) bagi masyarakat daerah pemilihan. Ini karena kondisi pandemik Covid-19 yang belum pasti masa akhirnya.
Demikian pendapat Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI AA La Nyalla Mahmud Mattalitti di Surabaya dalam keterangan rilisnya yang diterima Bongkah.id, Kamis (28/05/2020) malam.
“Sampai hari ini masih banyak daerah, baik provinsi maupun kota kabupaten yang masih dalam zona merah. Bahkan kurvanya belum menurun. Malah di sebagian daerah menunjukkan tren naik. Itu dari sisi wabah itu sendiri. Belum dari sisi kualitas pilkada apabila diselenggarakan dalam situasi di mana pandemi belum dinyatakan berakhir. Ini penting untuk dikaji secara mendalam, termasuk apa urgensinya harus dipaksakan tahun ini?” katanya.
La Nyalla mengambil contoh Jawa Timur, kemarin, Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Jawa Timur, Joni Wahyuhadi, menyatakan khawatir Kota Surabaya bisa menjadi seperti Kota Wuhan, China.
Karena penyebaran di Surabaya sangat cepat. Dan 65 persen angka kasus COVID-19 di Jawa Timur disumbang dari Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik. Sementara Surabaya, Sidoarjo dan Gresik akan menggelar Pilkada serentak pada tahun ini.
Diungkapkan La Nyalla, republik ini tidak terancam bubar hanya karena pilkada ditunda. Sebab, sudah ada mekanisme bila masa jabatan kepala daerah berakhir, bisa ditunjuk pelaksana tugas untuk menjalankan pemerintahan daerah.
Justru republik ini akan semakin menderita, lanjutnya, bila wabah ini tidak segera berakhir. Semua akan terganggu. Sehingga sebaiknya pemerintah fokus menangani wabah ini dan dampaknya bagi masyarakat.
“Sudah benar apa yang dilakukan pemerintah dengan refocusing anggaran untuk prioritas penanganan wabah ini. Dengan menunda anggaran belanja yang masih bisa ditunda dan mengalihkan untuk penanganan pandemi. Nah, Pilkada ini menurut saya, salah satu anggaran belanja yang bisa ditunda,” tukas La Nyalla.
Ia juga mengungkapkan, untuk Pilkada Desember nanti, KPU sudah mengajukan tambahan anggaran sebesar Rp535,9 miliar. Tambahan anggaran di luar anggaran sebelumnya itu, untuk pengadaan alat pelindung diri (APD) guna menyesuaikan penyelenggaraan pilkada dengan protokol kesehatan.
Anggaran tersebut di antaranya digunakan untuk membeli masker bagi 105 juta pemilih, sebesar Rp263,4 miliar. Kemudian, untuk alat kesehatan bagi petugas di TPS dan Panitia Pemutakhiran Data Pemilih sebesar Rp259,2 miliar. Sebesar Rp10,5 miliar untuk alat kesehatan bagi PPS dan Rp2,1 miliar untuk PPK.
Sebelumnya, Bawaslu RI pernah melansir 10 kerawanan Pilkada 2020 di tengah pandemi. Di antaranya kecemasan dan kekhawatiran petugas penyelenggara pilkada meskipun bekerja dengan protokol kesehatan.
Dari sisi pemilih, dimungkinkan terjadi penurunan pengguna hak suara, bila masyarakat memilih tidak hadir ke TPS. Dan, kerawanan politik uang, mengingat masyarakat berada dalam situasi ekonomi yang sulit.
Sebagai informasi, jadwal pemungutan suara pilkada serentak dilaksanakan pada 9 Desember 2020 itu merupakan hasil Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat Komisi II DPR RI bersama Kementerian Dalam Negeri, KPU, Bawaslu, dan DKPP pada Rabu (27/5/2020). (ima)