bongkah.id – Harian bergengsi di Amerika Serikat, New York Times membuat laporang yang menggegerkan masyarakat negara super power itu dalam edisi Minggu (27/9/2020). Pun sebuah laporan yang mempermalukan pemerintah. Dalam laporan tersebut diungkapkan, bahwa Presiden Amerika Serikat Donald Trump dilaporkan tidak membayar pajak penghasilan pada 10 dari 15 tahun terakhir. Argumentasinya dalam kurun waktu tersebut, perusahaannya mengalami kerugian.
Tidak hanya itu, Trump juga dilaporkan hanya membayar pajak penghasilan sebesar 750 dolar (sekitar Rp11 juta) pada 2016. Yang pada tahun sama, Trump memenangkan kursi presiden AS. Mengalahkan kandidat Partai Demokrat, Hillary Clinton, lewat electoral vote. Trump dinyatakan menang walau suara dukungan yang dikumpulkan hanya 59.611.678. Sementara Hilary mendulang 59.814.018 suara. Atau 200 ribu suara lebih banyak dari Trump.
Sebagaimana diketahui dari karakter Trump yang ngeyel. Pria usia 74 tahun kelahiran New York itu membantah laporan tersebut. Dia mengklaim telah membayar banyak pajak penghasilan. Namun bantahan yang dilontarkan tidak memiliki bukti. Dia mengaku siap merilis pengembalian pajaknya, setelah tidak lagi diawasi Internal Revenue Service (IRS). Biro pemburu pelanggar pajak milik Departemen Keuangan, yang disebut memperlakukannya dengan buruk.
“Saya membayar banyak, dan saya membayar banyak pajak pendapatan negara,” kata dia seperti dirilis CNN, Minggu (27/9/2020).
Memang, secara hukum Trump tidak memiliki kewajiban merilis laporan keuangan miliknya pribadi. Juga laporan keuangan semua perusahaannya. Karena itu, pria berpostur tubuh 1,9 meter itu menolak menjawab berapa banyak pajak federal yang telah dia bayarkan dalam 10 dari 15 tahun terakhir.
Sedangkan laporan New York Times menyebutkan, Trump sebagai pengusaha yang berjuang untuk mempertahankan bisnisnya, telah melaporkan perusahaannya mengalami kerugian jutaan dolar. Namun, sebaliknya saat kampaye Pilpres 2016, Trump telah melakukan kebohongan publik. Membual tentang kesuksesan finansial dari perusahaan yang dimiliki.
Menurut harian yang dijuluki “Gray Lady” karena gaya dan penampilannya itu, Trump diungkap membayar 427,4 juta dolar kepada “The Apprentice”. Anggaran itu untuk mendanai bisnisnya yang lain. Sebagian besar untuk lapangan golf. Dia juga banyak menyuntikkan duit pribadinya pada barisan ceruk bisnisnya.
Informasi pajak yang diperoleh harian yang beritanya menjadi sumber referensi resmi dalam mengambil kebijakan nasional itu, juga mengungkapkan, Trump telah melawan IRS selama bertahun-tahun. Pasalnya secara hukum, kerugian yang dia klaim seharusnya menghasilkan pengembalian dana hampir 73 juta dolar.
Menanggapi surat yang merangkum temuan surat kabar tersebut, pengacara Trump Organization Alan Garten mengatakan, hampir sebagian besar data di dokumen tersebut tidak akurat.
Sementara New York Times sendiri mengatakan, pihaknya tidak akan mempublikasikan data pengembalian pajak Trump. Kebijakan itu dilakukan agar tidak membahayakan sumber-sumbernya.
Karena itu, pajak yang dibayarkan Trump sampai saat ini masih menjadi misteri, khususnya sejak dia pertama kali mencalonkan diri menjadi presiden AS. Bahkan saat kampanye 2016, Trump telah melakukan pelanggar norma pemilihan presiden. Dia menolak memberikan pengembalian pajak untuk ditinjau publik.
Berada di bawah audit IRS, Trump seharusnya tidak menghalangi seseorang untuk merilis pengembalian pajak mereka ke publik. Tetapi itu tidak menghentikan Trump. Bahkan dia memanfaatkan jabatannya sebagai Presiden AS. Menggunakan hak prerogatif penguasa Gedung Putih, sebagai pertahanan terhadap rilis informasi keuangan.
Saat mengikuti Pilpres pada 2016, Trump merilis surat dari pengacaranya yang menginformasikan dirinya sedang diaudit. Namun surat itu juga mengatakan IRS selesai meninjau pajak Trump dari tahun 2002 hingga 2008. Ironisnya Trump tidak merilis pengembalian pajaknya dari tahun-tahun itu, meskipun auditnya sudah selesai. (ima)