bongkah.id — Usai resmi menjabat Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyampaikan pidato pertamanya di Istana Negara, Rabu (27/1/2021).
Dalam pidatonya, Listyo menekankan peran Polri akan mendisiplinkan masyarakat dalam menegakkan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran Covid-19. Ini karena keselamatan masyarakat merupakan hukum tertinggi. Polri berkewajiban melindungi masyarakat dari segala ancaman, dari kesehatan sampai kriminalitas dan terorisme.
“Dengan tanggungjawab melindungi masyarakat dari ancaman Covid-19 tersebut, saya berharap masyarakat tidak menerjemahkan ketegasan personil Polri dalam mendisiplinkan Protokol Kesehatan,” kata Listyo dalam pitado pertamanya.
Selain itu, Listyo juga berbicara mengenai peran Polri dalam mengawal pertumbuhan ekonomi nasional yang ikut terdampak pandemi. “Dan bagaimana Polri akan mengawal pertumbuhan ekonomi nasional, agar kita semua bisa terlepas dari situasi yang ada dan ekonomi bisa kembali tumbuh,” ujarnya.
“Itu semua bisa terlaksana apabila stabilitas Kamtibmas berjalan dengan aman lancar dan baik,” tammbahnya.
Sebagaimana diketahui, Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo telah dilantik Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Rabu (27/1/2021) pagi. Pun pangkatnya dinaikan menjadi jenderal bintang empat. Pengangkatan Listyo Sigit sebagai Kapolri tertuang dalam surat Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 2021 Tentang Pengangkatan Kepala Kepolisian RI. Surat Keputusan Presidenitu berlaku sejak Listyo resmi diangkat sebagai Kapolri.
Pada keempatan berbeda, Koordinator Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane melalui keterangan resmi pada awal Januari lalu, memaparkan sederet ‘warisan’ peninggalan Idham Azis saat menjabat Kapolri. Dari catatan IPW, Listyo memiliki dua pekerjaan besar yang harus segera diselesaikan.
Pertama, kasus terorisme yang menyebabkan satu keluarga di Sigi, Sulawesi Tengah meninggal. Aksi teror itu, diduga dilakukan kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT). Kedua, kasus tewasnya enam anggota Front Pembela Islam (FPI) dalam insiden bentrok dengan kepolisian yang perlu segera dituntaskan.
“Kedua kasus ini menjadi warisan Idham Azis untuk Kapolri baru yang bukan mustahil bisa menjadi masalah baru yang rumit. Jika Listyo salah bersikap tegas, kedua itu berpotensi menggerus kepercayaan publik terhadap Polri makin negatif,” kata Neta S Pane.
Sementara catatan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), sejumlah PR juga menanti di masa kepemimpinan Listyo. Salah satunya soal mekanisme penegakan hukum dalam menyikapi kasus penyiksaan, yang dilakukan oleh sejumlah anggota polisi. Berdasarkan catatan LPSK, sepanjang tahun 2020 terdapat 13 pemohonan perlindungan perkara penyiksaan.
Kemudian PR lainnya adalah cara polisi menyikapi ujaran kebencian dan penyebaran hoaks yang terus meningkat. Sepanjang 2020, Polda Metro Jaya telah menangani 443 kasus hoaks dan ujaran kebencian. Sebanyak 1.448 akun di media sosial telah diblokir dengan 14 kasus dilakukan penyidikan hingga tuntas.
Di sisi lain, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) juga menyoroti kasus kejahatan siber, menguatnya intoleransi, dan kelompok radikal yang menjadi PR bagi Listyo. Selanjutnya persoalan penjara yang over kapasitas, kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan, hingga korupsi di internal Polri.
Fakta adanya personil Polri yang memanfaatkan wewenang dan seragamnya untuk kepentingan pribadi dan menghianti lembaga, terlihat dari kasus Djoko Tjandra yang melibatkan dua jenderal Polri. Kedua jenderal tersebut membantu buronan kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali itu lolos dari jerat hukum.
Demikian pula, strategi Polri dalam meningkatkan keamanan di daerah rawan konflik seperti Papua dan Sulawesi Tengah juga dinilai menjadi PR penting yang harus dijalankan Listyo. (rim)