Polisi menandai jalan poros nasional yang berlubang di sepanjang By Pass Kenanten, Mojokerto hingga Mojoagung, Jombang, Jawa Timur.

Bongkah.id – Rehabilitasi jalan raya sudah menjadi proyek setiap tahun di berbagai ruas. Penyebab utama kerusakan pada infrastuktur penghubung antar wilayah terjadi karena berat muatan (tonasse) kendaraan yang melintas melebihi kapasitas atau batas beban maksimal jalan umum nasional.

Anggota Komisi V DPR Bambang Suryadi menjelaskan sesuai ketetapan bahwa jalan umum nasional hanya dapat menahan beban maksimal di angka 8 ton—10 ton. Namun fakta di lapangan banyak terjadi pelanggaran over tonase.

ads

“Sudah biasa jalan raya dilewati kendaraan dengan beban sampai 35 ton, ini masalahnya. Belum lagi upaya antisipasi dengan adanya jembatan timbang belum efektif,” ujar Bambang rapat dengar pendapat Komisi V DPR dengan Dirjen Bina Marga Kementerian PUPR, Rabu (26/8/2020).

Menurut Bambang, Jembatan timbang sebagai instrumen pengukur untuk mengantisipasi pengguna jalan dengan bobot berlebih selama ini tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Musababnya, lanjut Bambang, setiap jembatan timbang belum dilengkapi dengan gudang penyimpanan barang.

“Keberadaan gudang ini diperlukan agar kendaraan yang membawa beban melebihi batas dikurangi sampai batas maksimal sesuai aturan jalan,” ujarnya.

Politisi PDI Perjuangan ini menambahkan, selanjutnya muatan yang melebihi beban akan ditahan di gudang jembatan timbang tersebut. Sehingga kendaraan yang melanggar aturan beban muatan itu bisa tetap melanjutkan perjalanannya.

“Kami juga menerima pengaduan dari kepala daerah, misalnya, ada bantuan pembangunan jalan oleh pusat dalam bentuk hibah, setelah itu pemeliharaan jalannya menjadi beban karena daerah tidak punya anggaran itu,” ujarnya.

Sebelumnya, Dirjen Bina Marga Kementerian PUPR Hedy Rahadian memaparkan sejumlah masalah utama dalam pengelolaan jalan, guna menerima masukan dalam pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 38/2004 tentang Jalan. Ia menjelaskan beberapa masalah utama yang dihadapi pihaknya, perlu dimasukkan dalam revisi UU Jalan.

“Misalnya di penggunaan jalan yang sebagian besar atau di atas 50 persen itu overload, kalau aturannya sudah ada, tetapi masalahnya seperti di penegakan hukum yang belum cukup baik,” tuturnya. (bid)

1

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini