Polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan demonstran yang menolak RUU Pilkada dan mengawal putusan Mahkamah Konsitusi di sejumlah titik di Jakarta, Kamis (22/18/2024).

Bongkah.id – Tindakan aparat kepolisian menggunakan gas air mata untuk menghalau demonstran dalam aksi menolak Revisi Undang-Undang Pilkada dan #KawalPutusanMK di bebergai daerah sejak Kamis (22/8/2024), menuai sorotan. Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan tidak ada transparansi pembelian gas air mata dan pertanggungjawaban terkait penggunaannya dari Polri.

ICW mencatat total anggaran dari pajak warga yang digunakan oleh Polri untuk belanja gas air mata senilai Rp 188,9 miliar. Kuasa pengguna anggarannya yakni Korbrimob Polri dan Korsabhara Baharkam Polri.

ads

Berdasarkan hasil penelusuran melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (lpse.polri.go.id) milik Polri, lembaga pemerhati korupsi ini menemukan kejanggalan dalam lima paket belanja. Hal itu dilakukan dalam kurun Desember 2023 sampai Februari 2024.

“Terdapat tiga persoalan terhadap pembelian gas air mata oleh Polri selama ini,” demikian siaran tertulis dari ICW.

Pertama, pembangkangan Polri atas kewajiban membuka informasi pengadaan, terutama kontrak pengadaan. Sejak Agustus 2023 lalu, ICW bersama KontraS dan Trend Asia menuntut Polri membuka kontrak pembelian gas air mata dengan mengajukan permohonan informasi.

“Namun, Polri menolak membuka informasi tersebut,” tulis ICW. “Hal ini mengindikasikan adanya informasi yang ditutupi oleh Polri.”

Sikap menutup informasi pengadaan dari Polri patut dilihat sebagai indikasi awal adanya pengadaan yang bermasalah, bahkan dapat mengarah pada potensi korupsi. Pasalnya, keterbukaan informasi, terutama terkait penggunaan anggaran telah ditegakan dalam Peraturan Komisi Informasi Pusat No. 1 Tahun 2021 tentang Standar Layanan Informasi Publik (SLIP).

ICW pada Desember 2023 lalu telah mengajukan sengketa informasi ke Komisi Informasi Pusat (KIP). Namun hingga hari ini, KIP tidak kunjung memberi kejelasan penyelesaian sengketa informasi yang kami ajukan.

“Kami menduga bahwa KIP takut untuk memproses sengketa informasi melawan Polri, bukan hanya perihal padatnya agenda penyelesaian sengketa informasi oleh KIP,” tegas ICW.

Sebab, jika merujuk pada PerKI SLIP yang dikeluarkan KIP, proses sengketa tak akan membutuhkan waktu lama. Mengingat informasi yang dimohonkan ICW merupakan informasi publik.

Hanya 1 dari 5 Paket Pengadaan yang Terbuka

Kedua, tidak adanya pertanggungjawaban atas penggunaan gas air mata oleh Polri. Berdasarkan penelusuran ICW, 1 dari 5 paket pengadaan yang dikerjakan, Polri memberikan informasi mengenai jumlah amunisi yang dibeli, yaitu sebanyak 38.216 peluru.

Sedangkan pada 4 paket pengadaan lainnya tidak tersedia informasi secara mendetil jumlah peluru yang dibeli oleh Polri. Hal ini menyulitkan bagi publik untuk menagih akuntabilitas di saat proses penggunaan gas air mata dilakukan secara brutal dan serampangan.

“Apabila tidak ada pertanggungjawaban, maka polisi patut diduga menggunakan gas air mata kedaluwarsa seperti yang terjadi di tragedi Kanjuruhan,” ungkap ICW.

Ketiga, pembelian dilakukan di tengah situasi keamanan yang tidak mendesak. ICW menduga, alasan dibalik belanja gas air mata bernilai fantastis tersebut semata berkaitan dengan upaya pembungkaman kritik masyarakat sipil di tengah tahun politik 2024.

Padahal, kritik publik yang meninggi adalah konsekuensi logis atas praktik kompetisi politik elektoral yang diwarnai siasat culas. Ini sekaligus menunjukkan dangkalnya strategi pengamanan Polri, yaitu dengan jalan pintas menyakiti publik pembayar pajak yang mempunyai hak bersuara dengan gas air mata.

“Dengan demikian, belanja gas air mata oleh Polri menambah daftar panjang pemborosan atau ketidaktepatan penggunaan keuangan negara,” demikian pernyataan ICW.

Baca Juga: Keluarga Cemas, 189 Demonstran Kawal Putusan MK Masih Ditahan Polisi

Melihat banyaknya kejanggalan yang mengindikasikan adanya penyelewengan anggaran di tubuh Polri, ICW mendesak Korps Bhayangkara untuk lebih transparan. Lima tuntutan ICW yakni sebagai berikut.

  1. Polri untuk berhenti menembakkan gas air mata ke massa aksi dan kelompok warga;
  2. Polri segera untuk membuka dokumen kontrak pembelian gas air mata senilai Rp188,9 miliar yang berasal dari pajak warga;
  3. Polri segera untuk membuka laporan pertanggungjawaban terhadap penggunaan gas air mata sejak tahun 2019 hingga 2024;
  4. Polri untuk berhenti membeli gas air mata hingga seluruh dokumen kontrak dan laporan pertanggungjawaban disampaikan kepada publik.
  5. Komisi Informasi Pusat untuk segera menindaklanjuti pengajuan sengketa informasi keterbukaan pengadaan gas air mata Polri. (bid)
2

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini