Proses pengesahan Raperda PPA dan Korban kekerasan di DPRD Jombang./bongkah.id/Karimatul Maslahah/

Bongkah.id – Woman Crisis Center (WCC) Jombang soroti perda tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan yang disahkan Pemkab Jombang dan DPRD.

Direktur WCC Jombang, Ana Abdillah menjelaskan, penyusunan draf raperda dinilai masih terlalu dangkal dan belum menyentuh kebutuhan riil di lapangan. Apalagi, beberapa pasal juga dinilai terlalu normatif.

ads

“Secara umum kami menilai regulasi ini belum sepenuhnya menjawab kebutuhan riil di lapangan. Beberapa pasal masih bersifat normatif dan belum didasarkan pada kendala korban dan pendamping korban sesuai dengan konteks di daerah. Dan belum menegaskan mekanisme pelindungan yang komprehensif, termasuk aspek pendanaan, layanan terpadu, hingga perlindungan saksi dan korban,” ujarnya, Senin (21/4/2025).

Menurut data Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA) Jombang, sejak Januari hingga November 2024 tercatat 222 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Jumlah ini meningkat signifikan dibandingkan 2023 yang mencatat 133 kasus.

Sementara WCC Jombang menemukan tren kekerasan seksual dalam kurun waktu 3 tahun (2022-2024) dari total 148 kasus sebanyak 17 persen atau 26 kasus pelakunya adalah ayah kandung dan bapak tiri.

“Hal ini menunjukan banyak kekerasan terjadi dalam lingkungan keluarga yang sering dianggap sebagai tempat yang nyaman bebas kekerasan,” kata dia.

Menurut Ana, perda yang disahkan pada, Kamis (17/4) itu belum secara tegas mengatur kewajiban pemerintah daerah untuk membangun dan mengkoordinasikan mekanisme jejaring lintas sektor yang melibatkan dinas kesehatan, aparat penegak hukum, lembaga desa, serta penyedia layanan perlindungan berbasis masyarakat dalam upaya penanganan, perlindungan, dan pemulihan bagi korban kekerasan.

“Bahwa dalam pasal 28 perda ini hanya memuat penguatan jaringan yang masih diperuntukkan bagi jejaring antar UPTD, belum antar jejaring yang ada di daerah. Belum mengatur ragam bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak,” lontarnya.

Dirinya berharap regulasi ini tidak hanya menjadi dokumen hukum sekadar formalitas, tetapi benar-benar menjadi instrumen pelindungan yang nyata dan berpihak.

“Kami mendesak agar DPRD dan Pemerintah Kabupaten Jombang tidak hanya berhenti pada pendekatan legal-formal, tetapi juga memastikan perda ini menjadi instrumen hukum yang berpihak pada korban serta mampu menjawab realitas sosial yang dihadapi perempuan dan anak di Kabupaten Jombang,” pungkasnya.

Dikonfirmasi terpisah, Ketua DPRD Jombang Hadi Atmaji mengatakan, usai disahkan bersama bupati, selanjutnya pemkab dan DPRD akan mengimplementasikan perda PPA korban kekerasan.

“Sudah kita sahkan dan kita implementasikan perda itu sesuai dengan kemampuan daerah,” jelasnya.

Sebelumnya, ia mengaku sudah menyampaikan kepada aktivis jika perda tersebut telah mengakomodir sesuai kebutuhan di Jombang. Perda PPA korban kekerasan, nantinya juga akan melibatkan lintas sektor dan OPD di lingkup Pemkab Jombang.

“Implementasi itu sesuai kondisi realita di Jombang dan tentu kemampuan keuangan daerah, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jombang yang akan terlibat dalam bidang pendidikan. Nanti teman- teman aktivis, LSM, dilibatkan semua,” tutupnya. (ima)

6

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini