bongkah.id – Indonesia merupakan “surga” bagi penyalahgunaan narkotika internasional. Saat ini tak lagi sekadar tempat transit peredaram markotika. Sebaliknya sudah meningkat menjadi tempat produksi. Kondisi itu terjadi akibat tingginya permintaan barang haram tersebut dari masyarakat.
Demikian Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jawa Timur Brigjen Pol Idris Kadir dalam acara Sarasehan Media di kantor BNNP Jatim, Jalan Raya Sukomanunggal 55-56 Surabaya, Senin (21/12/2020).
“Hal yang menjadi permasalahan, kenapa barang perusak generasi itu masuk ke NKRI. Sebelumnya saya hanya menjawab pertanyaan itu secara asumsi dan dugaan saja. Jawaban sebenarnya dari pertayaan itu baru saya ketahui, setelah saya di BNN. Yang terjadi, ternyata prinsip ekonomi. Tingginya permintaan di Indonesia. Membuktikan banyak pengguna narkotika di masyarakat Indonesia,” katanya.
Menurut Jenderal polisi bintang satu ini, narkotika telah membawa permasalahan serius di Indonesia. Narkotika telah meracuni beragam profesi dan strata ekonomi di masyarakat Indonesia. Tidak hanya masyarakat dari kalangan non akademis, tapi juga kaum akademis seperti dokter, dosen, guru, mahasiswa, pelajar. Bahkan mampu menjerat aparat penegak hukum dan TNI. Demikian pula mereka yang terkategori ekonomi lemah. Maraknya peredaran narkotika di Indonesia, dipaparkan, dimulai sekitar tahun 1990-an. Saat itu, Indonesia masih menjadi negara transit.
“Zaman itu, masyarakat belum tergiur dengan barang haram tersebut. Kerusakan mulai terjadi ditandai dengan kemunculan ekstasi, yang saat itu berdatangan dari China. Itu terjadi pada tahun 1990-an awal sampai 1996. Saat itu tidak ada regulasi yang bisa mencegah, sehingga banyak masyarakat yang tergoda,” ujarnya.
Dikatakan, pada saat ini tercatat sekitar 950 jenis narkoba beredar di dunia. Jenis yang masuk Indonesia sudah mencapai 79 jenis yang teregulasi, sementara ada beberapa jenis baru lainnya belum ada regulasinya.
“Pesatnya kadar keracunan masyarakat Indonesia oleh narkoba, karena kemunculan undang-undang narkotikan yang terlambat dibanding guyuran narkoba masuk Indonesia. Karena itu, kebijakan BNN pada saat ini fokus dalam melakukan pemulihan terhadap penyalahguna,” ujarnya.
Tak dipungkiri alumni Akpol 1988 ini, modus operandi pengiriman barang haram tersebut masih seputar menggunakan jasa paket. Pun memanfaatkan kurir. Jaringan internasional yang masuk Indonesia, terbanyak lewat Malaysia. Khususnya jenis sabu-sabu.
“Terlebih di tengah pandemi, jasa pengiriman menjadi pintu masuk. Dengan transportasi sulit, maka paket marak. Kemarin yang diungkap dari Bea Cukai modusnya dari jasa paket,” tambahnya.
LEGALISASI GANJA
Adanya wacana melegalkan ganja di Indonesia, karena Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merestui rekomendasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk menghapus ganja dari kategori obat paling berbahaya di dunia. Dasar agumentasinya, ganja dapat dimanfaatkan untuk keperluan medis.
Idris Kadis secara tegas menyatakan, menolak wacana legalisasi ganja di Indonesia itu. Penolakan itu tidak hanya secara pribadi, tapi juga secara kelembagaan.
“Ada beberapa negara yang telah melegalkan ganja. Sedangkan di Indonesia, wacana legalisasi ganja itu mencuat saat salah satu politisi asal Aceh yang mengusulkan ganja dijadikan komoditas ekspor,” katanya.
“Tapi, BNN menyatakan narkotika tetap tidak dibenarkan. Terlebih ganja yang bersumber dari Indonesia seperti Aceh itu, ganjanya ketika di laboratorium THC (zat kimia tetrahydrocannabinol) jauh lebih tinggi kualitasnya,” tambahnya.
Anjuran agar ganja dilegalkan untuk medis, diakui, sebenarnya pernah disampaikan WHO pada awal 2019. WHO menyatakan ganja bisa digunakan untuk medis, tetapi harus ada kontrol yang ketat. Sementara beberapa negara yang melegalkan ganja untuk kepentingan medis, di antaranya Kanada, Meksiko, Jerman, Denmark, Australia, dan Thailand. (ima)