Bongkah.id – Dentuman musik dari sound horeg yang biasanya meramaikan hajatan warga kini terancam sunyi. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur secara resmi mengeluarkan Fatwa Nomor 1 Tahun 2025 yang mengharamkan penggunaan sound horeg. Aturan ini dirilis beberapa waktu lalu, menyusul kekhawatiran akan dampak negatif seperti pesta miras dan keberadaan penari erotis di ruang publik.
Aziz Maulana (23), seorang pebisnis sound horeg asal Dusun Medali, Desa Medali, Kecamatan Puri, Kabupaten Mojokerto, hanya bisa pasrah. Usahanya yang baru dirintis sejak 2023 kini terpukul. “Kalau bisa diberi solusi, bagaimana baiknya, tidak langsung diharamkan,” ujar Aziz saat ditemui dirumahnya, Selasa (22/7/2025).
Menurut Aziz pemilik sound MJ Audio, sebelum fatwa ini terbit, himbauan pembatasan sebenarnya sudah digaungkan aparat kepolisian dari tingkat Polsek hingga Polda. Salah satunya, larangan menggunakan truk untuk mengangkut perangkat sound horeg dan dibatasi hanya boleh memakai pickup.
“Pickup masing-masing tergantung pihak Polsek, ada yang dibatasi 6 sap (speaker aktif portabel) pakai pickup,” katanya.
Bagi Aziz, masalah utama bukan semata pada volume suara. Ia menilai praktik pesta miras dan dancer di tempat umumlah yang memicu fatwa pengharaman ini. “Kalau suara berlebihan itu kemungkinan masih bisa ditoleransi, karena kan itu mintanya dari penyewa,” katanya.
Namun, kerugian sudah di depan mata. Beberapa jadwal sewa dibatalkan, sebagian lagi dialihkan dengan skema baru menggunakan pickup. Aziz menghitung, hanya untuk bulan Agustus mendatang, empat lokasi sewa terpaksa batal, dengan kerugian ditaksir di atas Rp30 juta.
Padahal bisnis sound horeg ini ia mulai dari sekadar hobi. Aziz berani menanamkan modal awal hingga Rp400 juta untuk membeli peralatan. Sekali sewa, tarifnya bisa mencapai belasan juta rupiah tergantung jumlah subwoofer yang dipasang. “Per sub satu juta, biasanya 12 sub ya 12 juta, belum lightingnya,” jelasnya.
Jadwal sewa Aziz pun sebenarnya padat. Untuk Agustus, ia sudah mengantongi enam kontrak acara. “Sekali sewa durasi dua hari, check sound satu hari, event satu hari,” tambahnya. Namun semua rencana kini berubah, menunggu kejelasan arah kebijakan.
Aziz hanya berharap ada jalan tengah. Ia ingin usahanya tetap berjalan tanpa harus melanggar aturan maupun menimbulkan kegaduhan di masyarakat. “Kalau bisa diberi solusi, bagaimana baiknya, tidak langsung diharamkan,” tutupnya pelan. (ima/sip)