Bongkah.id – Lapangan pekerjaan kian sulit di tengah pesatnya perkembangan teknologi Artificial Intelligence (AI). Sejumlah profesi di sektor perkantoran mulai tergantikan oleh kecanggihan mesin, memaksa banyak pekerja dan pelajar mencari solusi dengan kembali ke pekerjaan berbasis keahlian tangan.
Fenomena ini memicu kebangkitan pelatihan vokasional di sejumlah sekolah di Amerika Serikat (AS). Mereka mulai mengajarkan keahlian lama seperti pertukangan, konstruksi, manufaktur, hingga pengelasan, namun dengan pendekatan modern berbasis teknologi tinggi.
Salah satu pelopor adalah SMA Middleton, yang menggelontorkan dana hingga US$90 juta untuk memperbarui laboratorium manufakturnya. Fasilitas ini dilengkapi lengan robot canggih yang dikendalikan komputer, dan bisa dilihat langsung oleh siswa melalui jendela kaca besar.
Laboratorium tersebut menghidupkan kembali pelajaran populer era 1990-2000-an, seperti teknik konstruksi, pengolahan kayu, dan pengelasan. Yang membedakan, kini siswa tidak hanya diajari kerja manual, tapi juga penguasaan mesin otomatis dan robot industri.
Untuk menarik minat siswa, guru juga memaparkan potensi penghasilan dari profesi tersebut. Quincy Millerjohn, guru Bahasa Inggris sekaligus instruktur pengelasan, menyebut gaji pekerja di pabrik baja bisa mencapai US$41.000 hingga US$52.000 per tahun, atau sekitar Rp 670 ribu hingga Rp 849 ribu per jam.
Langkah ini ternyata efektif. Selama beberapa tahun terakhir, lebih dari 2.300 siswa telah mengikuti kelas kejuruan tersebut.
Menurut John Mihm, konsultan pendidikan di Pemerintah Negara Bagian Wisconsin, kebangkitan minat pada keahlian tangan dipicu oleh kekhawatiran terhadap AI yang semakin menggeser peran manusia, terutama di pekerjaan kantoran.
“Ada pergeseran paradigma. Pekerjaan tangan kini menjadi pekerjaan keahlian tinggi dan bergaji besar, sehingga menarik banyak orang karena mereka langsung bisa menciptakan sesuatu sendiri,” kata Mihm. (sip)