BANYAK rupiah yang beredar di masyarakat, ternyata tidak mampu menutup data International Debt Statistics (Statistik Utang Internasional) 2021 yang dirilis Bank Dunia pada Selasa (13/10/2020). Indonesia menempati peringkat ketujuh pemilik Utang luar negeri terbanyak di dunia.

bongkah.id – Sejak masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, jumlah utang luar negeri (ULN) Indonesia terus naik secara signifikan. Pada tahun 2015 telah mencapai US$307,74 miliar. Naik menjadi US$402,08 miliar pada tahun 2019. Sampai akhir Agustus 2020 telah menyentuh US$413,4 miliar. Pertumbuhan signifikan itu membuat Indonesia menempati peringkat tujuh besar negara dengan ULN terbesar di dunia. Atau enam besar di negara berpendapatan rendah dan menengah.

Data itu diungkap Bank Dunia (World Bank) dalam laporan bertajuk International Debt Statistics (Statistik Utang Internasional) 2021 yang didapat bongkah pada Selasa (20/10/2020). Atau tujuh hari, setelah data tersebut dirilis Bank Dunia pada Selasa (13/10/2020).

ads

Peringkat 10 besar negara dengan ULN terbesar di dunia, menurut Bank Dunia, terdiri dari 1. Republik Rakyat Tiongkok (RRT) sebesar US$2,11 triliun, 2. Brasil US$569,39 miliar, 3. India US$560,03 miliar, 4. Rusia US$490,03 miliar, 5. Meksiko US$469,72 miliar, 6. Turki US$440,78 miliar, 7. Indonesia US$402,08 miliar, 8. Argentina US$279,30 miliar, 9. Afrika Selatan US$188,10 miliar, 10. Thailand US$180,23 miliar.

Sebaliknya saat dikategorikan dalam negara berpendapatan rendah dan menengah, maka posisi RRT sebagai peringkat pertama 10 besar ULN terbanyak harus dikeluarkan. Sebab RRT saat ini terkategori negara berpendapatan tinggi. Posisi pertama digantikan Brasil dengan ULN sebesar US$569,39 miliar. Perubahan itu membuat peringkat Indonesia naik ke peringkat enam, dengan jumlah ULN sebesar US$402,08 miliar.

Selain itu, Bank Dunia juga menegaskan, bahwa jumlah ULN Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun. Rinciannya, pada tahun 2009 sebesar US$179,4 miliar. Jumlah itu nyaris menjadi dua kali lipat pada 2015, atau satu tahun setelah Jokowi menjadi Presiden RI. ULN Indonesia telah mencapai US$307,74 miliar. Sejak itu, setiap tahun ULN Indonesia naik signifikan. Pada 2016 sebesar US$318,94 miliar, pada 2017 sebesar US$353,56 miliar, pada 2018 sebesar US$379,58 miliar, dan pada 2019 sebesar US$402,08 miliar.

Mayoritas utang Indonesia, ditambahkan, bersifat jangka panjang. Misalnya, rincian ULN Indonesia pada tahun 2019. Utang luar negeri jangka panjangnya sebesar US$354,54 miliar, sementara utang luar negeri jangka pendeknya US$44,79 miliar.

Secara total, utang luar negeri dari negara-negara berpendapatan rendah dan menengah mencapai US$8,1 triliun pada 2019. Angkanya naik 5,4 persen dibanding tahun 2018. Rinciannya sama dengan ULN Indonesia. Mayoritas, bersifat jangka panjang. Detailnya, total ULN jangka panjang mencapai US$6 triliun. Atau 73 persen dari total ULN negara-negara berpendapatan rendah dan menengah. Sementara, ULN jangka pendek hanya US$2,2 triliun atau naik 1,5 persen. Dibandingkan dengan tahun 2018, posisi ULN negara-negara berpendapatan rendah dan menengah itu naik 7 persen.

RRT dalam catatan Bank Dunia, ULN yang dibukukan mencapai 26 persen dari total ULN negara-negara berpendapatan rendah dan menengah pada 2019. Jumlah utang RRT naik 8 persen dibanding 2018.

Kenaikan utang luar negeri RRT didorong oleh utang jangka panjangnya, yang meningkat 22 persen pada 2019. Nilainya mencapai US$909 miliar. Sebaliknya, ULN yang bersifat jangka pendek turun 1 persen. Nilainya sebesar US$14 miliar.

Sedangkan arus investasi asing (foreign direct investment) ke kawasan Asia Timur dan Pasifik, dipaparkan Bank Dunia, jumlahnya pada 2019 turun 24 persen dibanding 2018. Jumlahnya sebesar US$186 miliar. Penurunan paling parah terjadi di RRT, yang mencapai 29 persen. Nilainya sejumlah US$131 miliar. Penurunan yang dialami RRT tersebut, ditegaskan Bank Dunia, sebagai akibat dari perang perdagangan dengan Amerika Serikat. Salah satunya, skandal pengebirian terhadap pabrikan alat elektronik Huawei.

Nasib sama juga dirasakan Thailand dan Vietnam. Jumlah investasi langsung pada 2019 mengalami penurunan. Rinciannya, investasi langsung di Thailand anjlok 50 persen. Jumlah yang masuk hanya sebesar US$6,8 miliar. Penurunan yang menimpa Vietnam sebesar 14 persen. Nilainya menjadi US$12 miliar.

Tidak demikian, dengan nasib yang dialami Indonesia. Investasi asing yang masuk meningkat 24 persen. Nilainya sebesar US$25 miliar. Mayoritas investor menanamkan dananya di sektor manufaktur, pertambangan, dan layanan keuangan.

MEMBELA DIRI

Data negara-negara pemilik ULN terbesar di dunia yang dibuka Bank Dunia itu, tak pelak lagi membuat Pemerintah Indonesia bak berbedak arang. Bagaimana tidak. Sikap protektif pemerintah atas nilai ULN Indonesia, ternyata terbongkar habis oleh data Bank Dunia tersebut. Indonesia terbukti menempati 10 besar negara-negara pemilik ULN terbesar di dunia. Peringkat ketujuh pada kategori umum. Dan, peringkat keenam pada kategori negara berpendapatan rendah dan menengah. ULN Indonesia lebih besar dibanding Argentina, Afrika Selatan, dan Thailand.

Karena itu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) buru-buru buka suara. Mencoba melakukan netralisir terhadap reaksi dalam negeri, yang beberapa hari ini disibukkan oleh unjuk rasa buruh, mahasiswa, masyarakat yang menolak pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja.

Dalam keterangan resmi yang dibagikan Kemenkeu pada Rabu (14/10/2020) lalu, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu Rahayu Puspasari mengatakan, laporan dari Bank Dunia itu tidak tepat. Lembaga ekonomi dan keuangan internasional itu dituding menggunakan basis data ULN Indonesia, sebagai pembanding jumlah utang luar negeri negara lain di kategori penghasilan rendah dan menengah.

Data ULN Indonesia, menurut dia, sejatinya bukan hanya menyertakan utang yang berasal dari pemerintah. Juga, utang Bank Indonesia (BI), BUMN, dan swasta. Data ULN yang digunakan merujuk pada Statistik ULN Indonesia (SULNI) dari BI.

“Perlu diketahui, data publikasi IDS Bank Dunia itu didasarkan pada data SULNI. Pemerintah berulang kali menjelaskan, data ULN dalam SULNI dimaksud tidak hanya terdiri dari ULN pemerintah. Namun termasuk data ULN BI, BUMN, dan swasta,” katanya.

Sebaliknya data ULN Indonesia per akhir 2019, dikatakan, jumlah ULN pemerintah pusat sebesar US$199,88 miliar (49 persen) dari total ULN Indonesia. Jumlahnya masih lebih rendah dari negara-negara lain yang masuk dalam daftar tersebut.

“Dibandingkan dengan 10 negara yang disebutkan dalam beberapa artikel pemberitaan media, sebagian besar utang pemerintahnya di atas 50 persen. Posisi Indonesia jauh di bawahnya,” tambahnya.

Tidak hanya itu, dikatakan, ULN Indonesia merupakan jangka panjang. Jumlahnya sekitar 88,8 persen dari total ULN. Ini karena pemerintah mengelola utang dengan prinsip kehati-hatian (pruden) dan terukur (akuntabel).

Sinyal kewajaran tingginya ULN Indonesia, diklaim, karena Indonesia masuk jajaran negara G20. Kelompok negara-negara dengan ekonomi terbesar di dunia. Peringkat Indonesia di posisi ke-16. Dengan status ekonomi yang besar, utang pemerintah (tanpa BUMN dan swasta) relatif rendah. Yakni 29,8 persen pada Desember 2019. (rim)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini