bongkah.id – Aksi unjuk rasa Tolak Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya, berlangsung damai dan kondusif, Selasa (20/10/20) sore. Tidak terjadi kerusuhan sebagaimana saat unjuk rasa 8 Oktober. Kendati demikian, aparat kepolisian mengamankan sebanyak 169 orang di tengah aksi tersebut.
Massa yang terdiri atas gabungan buruh, mahasiswa, hingga petani dalam Gerakan Tolak Omnibus Law (Getol) Jawa Timur itu mulai membubarkan diri dari aksi tersebut sekitar pukul 18.30 WIB. Sementara aksi itu sendiri berlangsung mulai sekitar pukul 16.00 WIB.
Salah satu orator aksi dari Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Andie Peci mengatakan, massa buruh dan mahasiswa telah menyampaikan aspirasi mereka dengan damai. Seluruh massa aksi yang berada di depan Gedung Negara Grahadi adalah bagian dari Getol dengan tuntutan yang sama yakni menolak Omnibus Law Cipta Kerja.
“Hari ini kita membuktikan kepada kepolisian dan pemerintah tidak ada taman-taman yang kita rusak. Tidak ada satupun pagar yang kita pegang,” katanya.
Pria yang juga pentolan suporter Persebaya Surabaya, Bonek, ini memastikan, bahwa aksi hari ini hanyalah permulaan. Selama tiga hari ke depan, massa buruh dan mahasiswa akan terus turun ke jalan menuntut pembatalan UU Ciptaker.
“Aksi kita tidak hanya hari ini, tapi berhari-hari sampai UU Cipta Kerja dicabut,” ujarnya.
Sementara itu, salah satu orator lainnya menyampaikan delapan poin pernyataan sikap massa Getol, yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo dan DPR RI. Pertama, minta Presiden dan DPR RI untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) pembatalan UU Cipta Kerja.
Kedua, mereka meminta pemerintah mengusut tuntas tindakan represif terhadap masa aksi di seluruh Indonesia. Juga, tuntaskan kasus pelanggaran HAM. Ketiga, mengecam surat himbauan sosialisasi perkuliahan daring dan UU Cipta Kerja oleh Kemendikbud yang tidak demokratis. Melarang mahasiswa berekspresi. Empat, wujudkan independensi dunia pendidikan. Lima, mendesak DPR RI untuk mengesahkan segera RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Enam, mencabut UU Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE).
“Tuntutan yang ketujuh, jalankan reforma agraria sejati sebagai syarat pembangunan industri nasional yang mandiri dan berdaulat, tanpa harus bergantung pada investasi asing. Yang, terakhir mendesak pemerintah untuk mewujudkan demokrasi sejati,” katanya dengan suara meledak-ledak.
Sedangkan terkait diamankannya 169 orang dari lokasi aksi, Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan, mereka bukanlah bagian dari aliansi massa manapun. Mereka diamankan, karena kedapatan membawa sejumlah benda mencurigakan yang membahayakan, seperti bom molotov, pylox (cat semprot) untuk vandalisme, dan minuman keras.
“Ada yang diperiksa di Polda Jatim, sebagian lainnya diperiksa di Markas Kepolisian Resor Kota Besar atau Polrestabes Surabaya,” katanya.
Menurut dia, pihaknya akan melakukan pendataan status orang-orang yang diamankan tersebut. Selanjutnya dilakukan pendalaman proses penyidikan oleh penyidik. Untuk mengetahui sejauh mana keterlibatan yang bersangkutan atas dugaan ingin memicu kericuhan.
Sebagai informasi, proses pengamanan 169 orang yang ditengarai mencurigakan itu berlangsung, setelah para personil polisi berpakaian preman melakukan penyisiran di sekitar lokasi aksi. Secara tiba-tiba para personil itu menarik sejumlah orang berpakaian bebas yang mencurigakan.
Memang, kegiatan tidak terduga itu sempat menarik perhatian peserta unjuk rasa. Namun, sebelum menimbukan salah faham dari peserta unjuk rasa, seorang personil polisi berinisiatif menunjukkan isi tas salah satu orang yang diamankan. Dalam tas terlihat sejumlah bom molotov, yang siap disulut dan digunakan untuk membakar.
Dalam mengamankan unjuk rasa tersebut, diakui Trunoyudo, aparat pengamanan yang diturunkan sebanyak 4.147 personel. Yang terdiri dari Polri, TNI, Satpol PP, dan pasukan pemadam kebakaran. “Unsur dari Dinas Pendidikan juga diterjunkan. Ide ini sebagai aplikasi dari pengalaman saat unjuk rasa 8 Oktober lalu. Banyak pelajar yang ikut unjuk rasa,” katanya.
Sementara Wakil Kepala Polrestabes Surabaya Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Hartoyo menyatakan, sedikitnya sebanyak enam orang dari 169 orang yang diamankan berstatus pelajar. Jumlah tersebut masih sementara. Jumlah itu bisa bertambah, setelah identifikas selesai dilakukan.
Menurut dia, keenamnya statusnya pelajar di tingkat sekolah menengah atas (SMA). Mereka mengaku tergerak datang di tengah unjuk rasa dari ajakan di grup media sosial. Dari para pelajar tersebut dapat disita sejumlah bola tenis, yang diduga membahayakan bagi massa yang benar-benar ingin menyampaikan aspirasinya penolakan UU Cipta Kerja.
“Nanti orang tuanya akan kami panggil. Tidak cuma itu, Bhabinkamtibmas dari tempat asal para pelajar ini juga akan kami panggil, untuk membantu memberikan pengarahan. Sebab saya yakin sekali, mereka belum faham tentang politik,” ujarnya. (ima)