bongkah.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merencanakan membentuk satuan tugas (satgas) khusus. Skuad ini bertugas memburu tujuh tersangka kasus korupsi yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Salah satu DPO itu adalah mantan kader PDIP Harun Masiku, yang sukses melarikan diri sejak skandal suapnya terhadap komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan terbongkar.
“Pembentukan Satgas Pemburu DPO kasus korupsi itu menjadi hasil kesepakatan rapat bersama pimpinan dan Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto. Kami yakin satgas ini mampu menangkap semua DPO termasuk Harun Masiku. Sebab satgas ini tugasnya fokus memburu para DPO tersebut,” kata Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (20/1/2021).
Pembentukan satgas khusus pemburu para DPO tersebut, menurut dia, lebih efektif. Satgas ini tidak steril dari tugas-tugas lainnya. Dalam melaksanakan pemburuan para DPO tersebut, KPK juga melakukan koordinasi dengan kepolisian. Sehingga saat para DPO itu dapat ditangkan satgas khusus ini, maka proses kerjasama pengamanan dengan kepolisian langsung klik. Tidak terlalu banyak birokrasi.
Sementara Karyoto mengatakan, pembentukan satgas khusus itu merupakan perintah Pimpinan KPK. Pembentukannya untuk efektivitas waktu dalam memburu para DPO, yang selama ini leluasa dalam menikmati hasil korupsinya. Juga, bangga mampu mempermainkan lembaga hukum di Indonesia.
Diakui Karyoto, satgas khusus tersebut kemungkinan merupakan skuad gabungan dari beberapa kedeputian di KPK. Misalnya dari deputi monitoring, IT, dan “surveillanve”.
“Satgas ini memang seharusnya merupakan skuad gabungan. Tidak bisa hanya dari personil penyidik atau penyelidik sendiri. Sebab sistem operandinya harus terintegrasi antara tim “supporting”, pencari, dan pengolah data,” katanya.
Sebagai informasi, dari 2017 sampai 2020 ada 10 tersangka yang berstatus DPO KPK. Tahun 2020 kemarin ada tiga tersangka yang berstatus DPO berhasil ditangkap. Yaitu mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi, Rezky Herbiyono selaku menantu Nurhadi, dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto.
Sementara yang belum tertangkap tersisa tujuh DPO. Yaitu politisi PDIP Harun Masiku, pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal (BLEM) Samin Tan, Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim, Izil Azhar. Selanjutnya Kiran Kotama sebagai pemilik PT Darmex Group atau PT Duta Palma Surya Darmadi, dan PT Perusa Sejati.
INFO MENINGGAL
Sedangkan kerabat Harun Masiku, Daniel Tonapa Masiku mengatakan, tidak ada informasi dari pihak keluarga yang menyebut buron kasus suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI 2019-2024 itu telah meninggal dunia. Karena itu, dia sangat terkejut saat mendengar kabar bahwa Harun telah meninggal dunia.
“Wah saya justru kaget. Tentu kita berdoa semoga berita itu tidak benar,” katanya.
Lebih lanjut, pada kesempatan itu, ia mengimbau kepada Harun untuk segera menyerahkan diri. Sehingga kasus yang menjeratnya dapat segera selesai. Pun memberi kepastian pada keluarga besar akan nasibnya sebagai pelanggar hukum.
Sebagaimana diketahui, Harun Masiku ditetapkan sebagai buronan KPK sejak Januari 2020 silam. Setahun buron, pada awal Januari lalu, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman melontarkan pernyataan, bahwa Harun telah meninggal dunia. Keyakinan itu berdasarkan informasi dari jaringan Boyamin yang merupakan mantan intelijen negara.
“Jaringan saya mengatakan, bahwa Harun Masiku sudah meninggal. Tanda kutipnya tidak tahu seperti apa. Jaringan terbaik saya, saya jujur misalnya dulu ada beberapa pensiunan di lembaga intelijen, jaringan saya. Beberapa itu mengatakan ke saya dia sudah meninggal,” katanya dalam wawancara dengan Karni Ilyas yang ditayangkan melalui kanal Youtube Karni Ilyas Club.
Boyamin juga meyakini, bahwa Harun Masiku meninggal. Harun dibunuh. Pasalnya, DPO KPK tersebut tidak memiliki riwayat sakit. Namun, pernyataan yang disampaikannya itu, hanya berdasarkan keyakinan Boyamin pribadi.
“Kalau pengertian itu kan pilihannya persentasenya. Supaya saya aman ngomong gini, persentasenya lebih banyak yang kedua (meninggal karena dibunuh). Karena umurnya saya tahu. Di bawah saya sedikit. Dari track record info teman-temannya, saya tahu dia tidak pernah sakit. Tidak punya sakit yang komorbid, jadi rasanya kalau keadaan normal belum meninggal,” tambahnya.
Merespons pernyataan itu, Plt Jubir Penindakan KPK Ali Fikri mengatakan, komisi antirasuah tidak menerima informasi valid tentang meninggalnya mantan politikus PDI Perjuangan (PDIP) itu. (rim)