Bongkah.id – Industri pariwisata diperkirakan menderita kerugian hingga Rp 50 triliun per bulan akibat pandemi COVID-19. Defisit keuangan itu mayoritas dialami sektor pendukung pariwisata seperti UKM, pangan, transportasi dan ekonomi kreatif.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) bidang Pariwisata Kosmian Pudjiadi menjelaskan, kerugian industri pariwisata secara makro dapat dikalkulasi dari total wisatawan mancanegara (wisman) yang akan menyusut dari 16 juta menjadi 4 juta turis. Ia menambahkan, dengan berkurangnya 12 juta turis jika dikalikan rata-rata pengeluaran 1.260 USD total kerugian sebesar 15 miliar USD atau setara Rp 225 triliun.
“Kerugian untuk sektor hotel adalah 41,2 juta kamar dengan rata-rata Rp 1 juta per malam maka kerugiannya sebesar Rp 41,2 triliun. Itu belum termasuk kerugian dari sektor hiburan, sightseeing, belanja souvenir, dan lainnya,” jelas Kosmian, Senin (18/1/2021).
Kemudian menilik jumlah wisatawan, lanjut Kosmian, dari 300 juta kunjungan per tahun hingga Desember terjadi penurunan 90% atau turun 270 juta kunjungan. Sehingga, jika dikalikan rata-rata menginap 1,5 malam setara dengan 405 juta kamar tidak terisi.
Dengan demikian, menggunakan asumsi pengeluaran Rp 1 juta per malam kekosongan kamar dari hilangnya wisatawan sebesar Rp 405 juta per tahun atau setara Rp 33,75 triliun per bulan.
“Total perkiraan kerugian industri pariwisata dari wisman dan wisnus sebesar Rp 630 triliun atau setara Rp 50 triliun per bulan,” ulasnya.
Sebelumnya, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) memaparkan industri perhotelan dan restoran kian kritis. Secara rata-rata PHRI mencatat okupansi nasional berada di level 20%. Bahkan, PHRI melihat saat ini sudah banyak hotel-hotel yang mulai dijual.
Mengacu hal tersebut, Kosmian memaparkan bahwa pemerintah perlu mendukung industri pariwisata tidak bangkrut dan bangkit lagi. Menurutnya, saat ini 90% dari pengusaha di bidang pariwisata adalah pengusaha mikro dan UKM.
“Lebih dari 50% sudah tutup, dari perhotelan saja sudah lebih 2.000 hotel yang tutup dan yang masih buka hanya terbatas dengan jumlah karyawan maksimal 50%,” tegasnya.
Dari sana, ia memproyeksikan pemulihan juga akan membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Kosmian memproyeksikan sepanjang semester I-2021 ini tingkat okupansi maksimal sebesar 25%.
“Banyak yang sudah tidak survive dan hampir tidak ada bantuan sejak awal tahun baik listrik, BPJS, Jamsostek, pajak daerah, dan lain-lain, bahkan tanggal 15 tidak bayar listrik langsung diputus,” ujarnya. (tan/bid)