Bongkah.id – Alih-alih menjadi pesta olahraga penuh warna, gelaran Kota Kediri Mapan Color Run 2025 justru meninggalkan catatan kelam. Ratusan peserta mengeluh lantang akibat amburadulnya manajemen acara, terutama soal keterlambatan distribusi jersey yang seharusnya diterima jauh sebelum lomba dimulai.
Sorotan publik kian tajam ketika Wahyu Danang Saputra, owner Arkana Management sekaligus penyelenggara, akhirnya buka suara. Ia meminta maaf, namun permintaan maaf itu terasa hambar karena justru disertai dalih klasik: kelalaian vendor dan lemahnya koordinasi internal panitia.
“Keterlambatan ini murni karena kelalaian produksi dari vendor. Kami akui ada kurangnya penekanan dan koordinasi dari pihak kami juga,” ujar Danang, Selasa (16/9/2025).
Akibat kelalaian tersebut, sekitar 150–160 peserta memilih mengajukan refund karena tak menerima jersey. Ironisnya, mekanisme refund pun menuai kecaman: hanya berlaku 1×24 jam, prosesnya berbelit, dan peserta dipaksa antre di lobi Pemkot Kediri. Danang mengklaim 60 persen refund sudah terealisasi, sisanya akan menyusul.
Namun masalah tak berhenti di sana. Peserta dibuat kesal dengan antrian panjang saat pengambilan medali dan minuman. Alih-alih introspeksi, panitia justru berdalih dengan alasan “antusiasme yang luar biasa” dan “jumlah peserta yang besar.” Padahal, masalah klasik ini mestinya sudah bisa diantisipasi oleh event organizer berpengalaman.
“Banyak yang perlu saya benahi, dan ini juga menjadi bahan pelajaran bagi EO yang lain. Semoga jangan kapok ikut event olahraga di Kediri,” tambah Danang.
Sayangnya, permintaan maaf itu tak cukup meredam amarah peserta. Bagi publik, event olahraga bukan sekadar hiburan, melainkan juga menyangkut kredibilitas Kota Kediri yang tengah gencar membangun citra sebagai kota kreatif dan sportif. Alih-alih meninggalkan kesan positif, acara ini justru dipandang sebagian peserta sebagai “Color Chaos” yang mempermalukan nama kota.
Panitia dinilai gagal total: gagal membaca skala acara, gagal berkoordinasi, dan gagal memberi kenyamanan bagi peserta yang sudah merogoh kocek. Pertanyaan besar pun mencuat: Apakah Pemkot Kediri akan terus memberi ruang bagi EO yang tak profesional?
Atau justru ini jadi momentum untuk memperketat pengawasan demi menjaga nama baik kota?
Padahal, Pemerintah Kota Kediri sendiri sebelumnya menjadikan Color Run sebagai ajang promosi pariwisata. Ribuan warga tampak memadati rute 7 km di sepanjang Jalan Basuki Rahmat. Wali Kota Kediri, Vinanda Prameswati, bahkan ikut berlari sembari memberi semangat.
“Senang sekali antusias masyarakat luar biasa. Event ini selain wadah olahraga juga mempromosikan pariwisata Kota Kediri,” kata Vinanda, Minggu (14/9/2025).
Sayangnya, gegap gempita promosi itu harus ternodai oleh buruknya manajemen panitia. Alih-alih menjadi kebanggaan Hari Jadi ke-1.146 Kota Kediri, Color Run 2025 justru meninggalkan jejak kekecewaan.
Kini publik menanti langkah tegas Pemkot Kediri: apakah kejadian ini hanya akan berlalu sebagai catatan hitam, atau jadi titik balik agar event-event besar di Kediri benar-benar dikelola dengan profesional. (wan/sip)