Bongkah.id– Dalam aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang dibuat Pemprov Jawa Timur, tidak ada larangan kaum muslim melakukan shalat Idulfitri 1441 Hijriah.
Kebijakan itu sudah tercermin di Pergub Jatim Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19 ) di Provinsi Jatim. Dalam pergub tersebut tersurat kegiatan keagamaan di rumah ibadah hanya dibatasi. Bukan dihentikan atau dilarang.
“Pemprov Jatim tidak pernah menerbitkan larangan beribadah dalam masa pandemi Covid-19, khususnya beribadah jamaah di masjid. Sebab beribadah merupakan hak setiap warga negara Indonesia,” kata Gubernur Jawa Timur (Jatim) Khofifah Indar Parawansa saat dihubungi ponselnya, Minggu (17/05/2020) pagi.
Pemprov hanya melakukan pembatasan beribadah. Bukan pelarangan, bahkan penutupan masjid. Senyampang para takmir masjid mampu dan sanggup melaksanakan aturan pembatasan beribadah tersebut, maka pemerintah mempersilahkan
Karena itu, politisi PPP ini mengizinkan Masjid Nasional Al Akbar di Surabaya untuk menggelar shalat berjamaah, termasuk shalat Idulfitri 1441 Hijriah. Izin yang diberikan itu sebagai contoh dari aplikasi Pergub Jatim 1/2020, sehingga dapat dikuti oleh kepala daerah di Jatim.
Izin tersebut juga sebagai pelurusan atas penafsiran pergub tersebut di lapangan, yang tercermin tidak tepat. Sehingga banyak tempat ibadah di Jatim, khususnya di Surabaya yang menutup pintuh untuk beribadah berjamaah.
“Dalam kondisi pandemi seperti ini kok beribadah jamaah justru ditiadakan. Seharusnya harus semakin getol dan ketat. Semua rakyat Jatim berdoa. Untuk kaum muslim meminta pertolongan Alloh dan bertobat, sehingga pandemi ini disingkirkan dari Indonesia dan Jatim khususnya,” ujarnya.
Ironisnya yang terjadi di Jatim sebaliknya. Saat Pergub Jatim 1/2020 terbit dan disosialisasikan, ternyata banyak rumah ibadah yang menutup pintu dari kegiatan beribadah jamaah.
Ini dilakukan para pengurus rumah ibadah, karena mereka dilarang menyelenggarakan ibadah jamaah oleh Satpol PP Pemkot dan Pemkab. Alasan Satpol PP melaksanakan Peraturan Walikota dan Peraturan Bupati tentang PSBB daerah.
Dengan kondisi yang rancuh dalam pelaksanaan PSBB, khususnya dalam persoalan beribadah kaum muslim. Khofifah meminta para kepala daerah dan komandan Satpol di Pemkot dan Pemkab untuk kembali pada Pergub Jatim 1/2020 terkait pelaksanaan PSBB.
Tidak hanya membaca, tapi merenungkan, dan menafsirkan pergub itu dengan tepat. Sehingga pelaksanaannya di lapangan berlangsung dengan benar. Dalam pergub tersebut tidak ada pelarangan atau pun penghentian beribadah di masjid saat pandemi virus corona. Peraturan yang ada hanya pembatasan.
“Pada posisi seperti ini, saya meminta semuanya kembali ke pada peraturan gubernur terkait pelaksanaan PSBB, khusunya dalam proses beribadah kaum muslim. Dalam pergub itu yang tersurat hanya proses pembatasan beribadah jamaah. Bukan pelarangan atau penghentian, apalagi menutup tempat ibada,” katanya menegaskan isi Pergub 1/2020 terkait pelaksanaan PSBB.
Dalam Pasal 12 Pergub 21/2020 tersurat, “Pengecualian pembatasan kegiatan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan, dan fatwa atau pandangan lembaga keagamaan resmi yang diakui oleh pemerintah”.
Berdasarkan itu, kata Khofifah, pihak rumah ibadah berhak menggelar kegiatan seperti shalat berjamaah lima waktu ataupun shalat Id, dengan berpedoman pada aturan atau fatwa lembaga keagamaan resmi.
“Jadi di dalam pergub, kita juga ada exit clausul mengikuti Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), di Permenkes diberikan exit clausul, dalam klausul tertentu silakan mempertimbangkan pendapat atau para tokoh agama,” ujarnya.
Khofifah mengaku telah mengantongi pendapat dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jatim, Muhammadiyah dan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jatim, untuk menggelar salat Id secara berjemaah di masjid.
PETA SEBARAN
Selain usulan lembaga keagamaan itu, Khofifah mengatakan pihaknya juga telah melakukan pemetaan wilayah yang berisiko terjadi penularan virus corona. “Nah dari proses pembatasan ini, mari kita melihat titik-titik yang berisiko tinggi, dan titik yang mana yang masih hijau. Peta ini yang tahu juga adalah daerah, kita punya peta, kalau diminta men-display perhari ini kita bisa,” ujarnya.
Masjid Al Akbar Surabaya sendiri memiliki daya tampung 59 ribu orang. Luas bangunan dan fasilitas penunjang mencapai 22.300 meter persegi. Masjid ini berlokasi di Kelurahan Pagesangan, Kecamatan Jambangan, Surabaya.
Dalam peta sebaran yang dirilis Pemerintah Kota Surabaya, di Kelurahan Pagesangan saat ini tercatat 8 kasus positif virus corona. Sementara di seluruh kelurahan di Kecamatan Jambangan saat ini tercatat sebanyak 28 kasus positif virus corona.
Kecamatan Jambangan sendiri masuk dalam wilayah Surabaya Selatan. Di wilayah tersebut saat ini terdapat 228 pasien terkonfirmasi Covid-19. Surabaya Selatan juga tercatat sebagai wilayah kedua di Surabaya, yang memiliki kasus corona terbanyak, di bawah Surabaya Timur dengan total 350 pasien Covid-19.
Kota Surabaya menjadi daerah yang memiliki kasus positif virus corona tertinggi di Jatim, dengan 1.035 kasus per Sabtu (16/5). Total keseluruhan pasien positif corona di Jatim yang sudah menyentuh angka 2,088.
Sebelumnya, Pemprov Jatim mengeluarkan surat yang memperbolehkan pelaksanaan peribadahan salat berjemaah di bulan Ramadan dan Salat Idulfitri 1441 Hijriah di masjid.
Salah satunya untuk masjid terbesar di Surabaya, yakni Masjid Al Akbar. Surat bernomor 551/7809/012/2020 itu berisi tentang aturan Kaifiat Takbir dan Salat Idul Fitri. Surat tersebut ditandatangani oleh Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Jatim, Heru Tjahjono.
“Salat Idul Fitri, Takbir, Tahmid, Tasbih serta aktivitas ibadah lainnya sebagai ibadah di Bulan Ramadhan boleh dilaksanakan secara berjamaah dengan tetap melaksanakan protokol dan mencegah mencegah terjadinya penularan,” bunyi surat tersebut.
Saat dikonfirmasi Heru membenarkan, bahwa surat itu resmi dari pihaknya. Ia mengatakan, kebijakan memperbolehkan masjid untuk menggelar ibadah salat berjemaah itu, adalah masukan dari sejumlah tokoh agama kepada Gubernur Khofifah.
Selain masukan, kebijakan itu juga diambil setelah pihaknya memperhatikan Fatwa MUI Nomor 28 tahun 2020, tanggal 13 Mei 2020, tentang panduan Kaifiat Takbir dan Salat Idul Fitri Saat Pandemi Covid-19.
Kendati demikian, ada beberapa protokol yang harus diterapkan pengelola masjid dalam menggelar salat berjamaah di Bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Menurut Heru, beberapa protokol yang harus diterapkan pengelola masjid, yaitu pengaturan alur masuk masjid. Lalu shof salat yang akan diberi jarak 1-2 meter. Deretan jemaah saat salat pun akan diatur zigzag, agar lebih renggang.
“Contohnya Masjid Al Akbar, jadi mulai masuk sudah dipisah, antrenya diarahkan, setelah itu jaraknya [salat] 1-2 meter. Saya sudah diskusi dengan ahli ini nanti akan kita ubah safnya menjadi zigzag,” katanya.
Selain itu, alas kaki atau sendal para jemaah juga harus dibawa masuk ke dalam masjid dengan kantong kresek. Hal itu dilakukan untuk menghindari kerumunan jemaah saat mengambil sendal usai salat.
“Sandal tidak boleh tinggal di luar harus dibawa masuk karena proses pengambilan pada saat selesai salat itulah yang mulai berjubel. Jadi kita sudah siapkan kreseknya, sandalnya dibawa masuk, pulangnya juga diarahkan ada pembatasnya jadi langsung pulang,” ujarnya.
Pemberian jarak di tempat wudu juga dilakukan. Antara pancuran satu dengan lainnya diberi jarak. Sementara dalam prosesi shalat, imam masjid diharapkan membaca surat yang pendek-pendek. Demikian pula waktu yang disediakan untuk berkhutbah.
Surat nomor 551/7809/012/2020 itu sendiri, dikatakan Heru, ditujukan kepada Masjid Al Akbar Surabaya. Sementara, masjid lainnya diserahkan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk menerbitkanya. Yang pasti protokol yang diterapkan harus sama seperti yang sudah dibuat Pemprov Jatim. (ima)