bongkah.id – Sejumlah simulasi Pilkada 2020 tetap digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU), meski masa pandemi Covid-19 belum menurun. KPU telah menggelar lima kali simulasi terkait pilkada. Empat simulasi pemungutan suara dan dua simulasi penerapan sistem rekapitulasi elektronik. Kebijakan ini untuk mempersiapkan mekanisme pemungutan suara di tengah pandemi.
“Kita sudah menyelenggarakan beberapa kali. Yang terakhir di Magelang. Daerahnya Pak Ganjar Pranowo. Simulasi itu diselenggarakan dengan menjalankan protokol kesehatan pencegahan Covid-19,” kata Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik dalam diskusi daring, Rabu (14/10/2020).
Sebagai informasi, penyelenggaraan simulasi pertama digelar di Kantor KPU di Jakarta pada 22 Juli. Saat itu KPU melibatkan 500 peserta sebagai pemilih. Padahal sehari sebelumnya baru saja ada satu orang pegawai yang positif Covid-19. Simulasi kedua digelar di Jakarta pada 25 Agustus. KPU menguji coba sistem rekapitulasi elektronik (sirekap). Saat itu KPU mengundang berbagai elemen, termasuk media massa dan LSM pemantau pemilu.
Yang ketiga, simulasi pemungutan suara di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, pada 29 Agustus. Selanjutnya simulasi pemungutan suara di Tangerang Selatan pada 12 September. Pada 17 September, KPU kembali menggelar simulasi sirekap kedua kalinya di Kota Depok. Simulasi tersebut digelar di dalam ruangan yang dihadiri puluhan orang. Beberapa hari kemudian, Ketua KPU Arief Budiman dan Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi dinyatakan positif Covid-19. Hingga saat ini, posisi Arif masih digantikan Komisioner Ilham Saputra.
Sedangkan pada 10 Oktober lalu, KPU kembali menggelar simulasi pemungutan suara. Pelaksana harian Ketua KPU Ilham Saputra memimpin simulasi di Magelang, Jawa Tengah. Dalam beberapa waktu ke depan, KPU tetap akan menggelar berbagai simulasi pilkada. Bahkan Komisioner KPU Viryan Aziz mengonfirmasi simulasi akan ditangani oleh jajaran di daerah.
“Mulai Oktober ini kita akan dorong daerah mulai banyak melakukan simulasi,” tutur Viryan dalam diskusi daring, Kamis (8/10) lalu.
Dari sejumlah protokol yang akan diterapkan, menurut Evi, KPU salah satunya akan membatasi waktu memilih bagi warga dari total waktu yang ditentukan. Misalnya, Bapak Jon sebagai pemilik suara tidak lagi bisa datang antara pukul 7.00-13.00. Beliau diberi kesempatan untuk memilih jadwal jam kedatangan. Jadwal itu akan tersurat dalam formulir tersebut.
Dikatakan, informasi waktu pemilihan bagi pemilih akan diberitahu lewat formulir C yang akan dibagikan oleh Panitia Pemungutan Suara (PPS) di setiap TPS. Cara itu guna mengurangi kerumunan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) selama proses pemungutan dan penghitungan suara.
Selain itu, ditambahkan Evi, KPU juga telah menyiapkan 13 item tambahan yang akan disediakan di TPS untuk menerapkan protokol kesehatan di hari pencoblosan. Beberapa di antaranya, seperti tempat cuci tangan, pengukur suhu, alat semprot disinfektan, sarung tangan plastik untuk pemilih, sarung tangan medis untuk Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), hingga bilik khusus bagi pemilih yang memiliki suhu badan di atas normal atau 37,3 derajat celcius.
“Nantinya salam penyelenggaraan Pilkada, ada beragam terobosan untuk memuluskan penerapan protokol kesehatan. Tadinya perlengkapan TPS hanya berkaitan dengan proses pemungutan dan penghitungan suara, sekarang telah bertambah cukup banyak untuk penerapan protokol kesehatan,” ujarnya.
Dicontohkan, penyemprotan disinfektan. Yang akan dilakukan secara berkala. Setidaknya beberapa kali dalam masa enam jam proses pemungutan dan penghitungan suara. Penyemprotan pertama dilakukan sebelum proses pemungutan. Yang kedua pada pertengahan masa pencoblosan. Yang ketiga saat proses pemungutan. Yang terakhir sebelum masa penghitungan suara.
Selain itu, KPU menegaskan perlunya dilakukan penggantian tinta celup pemilih, setelah keluar dari bilik suara. Tinta celup akan diganti tinta tetes. Cara ini untuk mengurangi kontak antar pemilih selama proses pencoblosan.
Tidak hanya itu, KPU juga menyiapkan dua baju hazmat di setiap TPS. Ini untuk mengantisipasi pemilih bersuhu badan di atas normal. Pemilih bersuhu badan tersebut akan diwajibkan mengenakan baju hazmat. Pun diarahkan memasuki bilik khusus di TPS, yang telah disediakan untuk mencoblos.
“Nah untuk mereka yang memiliki suhu 37,3 derajat itu, disiapkan ruang khusus di sekitar TPS. Tempatnya tertutup. Maksudnya tidak menyatu dengan pemilih lain yang suhu badannya normal. Yang sudah dipraktikkan ruang khusus itu tertutup plastik. Artinya walau khusus, tapi pemilih masih bisa dilihat,” katanya.
Sebagaimana diketahui, di Indonesia hingga saar ini telah mencatat 344.749 kasus positif Covid-19. Sebanyak 12.156 orang meninggal dunia. Namun kondisi itu tak membuat KPU, pemerintah, dan DPR untuk mempertimbangkan melakukan penundaan penyelenggaraan Pilkada 2020. Padahal berdasarkan catatan, sudah ada 4 orang kandidat yang meninggal dunia akibat Covid-19. Kemudian lebih dari 64 orang kandidat sempat dinyatakan positif corona. (rim)