Bongkah.id – Di sebuah sudut Dusun Tegalan, Desa Trowulan, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, kepulan asap tipis dan aroma khas tanah bakar menyeruak dari tungku sederhana. Di sanalah Dedi Setiawan (39) mengabdikan hidupnya pada seni kerajinan terakota, sebuah tradisi yang ia warisi sejak duduk di bangku sekolah dasar.
“Sejak SD saya sudah membantu bapak di sini,” kenang Dedi sambil membersihkan sisa tanah liat di tangannya, Selasa (12/8/2025).
Dahulu, karya terakotanya beragam, mulai dari hewan-hewanan, figur orang-orangan, hingga bentuk-bentuk kecil yang laris di pasar seni. Namun, seiring waktu, fokus karyanya mengerucut menjadi replika candi, ikon yang merepresentasikan kejayaan masa lalu Trowulan sebagai pusat Kerajaan Majapahit.
“Karena saat ini yang paling diburu warga itu replika candi baik yang ukuran kecil maupun besar,” jelasnya.

Proses pembuatannya sepenuhnya manual. Tanah liat dicampur air, diaduk, lalu disaring untuk memisahkan kotoran. Setelah itu, tanah diinjakinjak hingga teksturnya benar-benar lembut. Dari situ, bentuk candi mulai lahir melalui cetakan, dihaluskan, dan diukir detail demi detail. Karya tersebut kemudian dibiarkan mengering, sebelum akhirnya dibakar dalam suhu tinggi hingga berubah warna menjadi kemerahan khas terakota.
“Kalau ukuran besar, sebulan paling hanya bisa empat candi. Harga jual pun bergantung pada ukuran dan kerumitan detail yang saya buat,” pungkasnya. (ima/sip)