by Prima Sp Vardhana
bongkah.id – Setelah 86 tahun berfungsi sebagai museum nasional, fungsi Hagia Sophia yang berdiri di jantung distrik Sultanahmet, Istanbul, Turki itu mulai hari Jumat (10/7/2020) kembali sebagai masjid. Fungsi sama dari simbol kebesaran Kesultanan Islam Ottoman itu, sebelum diubah statusnya sebagai museum pada tahun 1934 oleh Presiden Turki Mustapa Kemal At-Taruk yang beraliran nasionalis sekuler.
Pengumuman perubahan fungsi Hagia Sophia sebagai masjid, dilakukan sendiri oleh Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, setelah Majelis Negara Turki mengumumkan membatalkan keputusan kabinet tahun 1934. Dengan keputusan pembatalan tersebut, maka fungsi bangunan peninggalan Kekaisaran Byzantium berusia 1.480 tahun itu dapat dikembalikan menjadi masjid. Karena itu, para penduduk yang menunggu keputusan Majelis Negara, langsung melantunkan takbir usai keputusan itu diumumkan.
“Dewan Negara dengan suara bulat membatalkan keputusan Hagia Sophia tertanggal 27.11.1934,” kutip Greek City Times dari tweet wartawan Turki Mehmet Ardıç, yang adalah penasihat rahasia Erdogan.
Politikus Partai AKP, Numan Kurtulmuş, mengatakan kepada media Turki, pada 15 Juli Hagia Sophia akan dibuka sebagai masjid. Dapat digunakan untuk sholat umat muslim.
Keputusan pembatalan keputusan kabinet tahun 1934 itu, berawal dari agenda dengar pendapatpada 2 Juli antara Majelis Negara dengan Asosiasi Perlindungan Monumen Bersejarah dan Lingkungan Turki. Mereka membahas usul Pemerintah Turki untuk kembali memfungsikan Hagia Sophia menjadi masjid.
Upaya untuk mengubah status dan kembali memfungsikan Hagia Sophia menjadi masjid sudah diperjuangkan Erdogan sejak tahun 2005. Namun perjuangan itu kerap gagal. Bahkan, pada tahun 2018 lalu, Mahkamah Konstitusional Turki sempat menolak usulan tersebut.
Keputusan Erdogan ditanggapi beragam oleh banyak pihak, termasuk menteri-menteri di dalam kabinet. Sebelum keputusan pengadilan terbit, Menteri Hukum Turki Abdulhamit Gul mengunggah foto Hagia Sophia di akun Twitter. Foto itu dilengkapi tulisan “Selamat melalui Jumat yang baik”.
Sementara Menteri Keuangan yang juga menantu Erdogan, Berat Albayrak mencuit di akun Twitter-nya. Cuitanya berbunyi, Hagia Sophia akan kembali bisa digunakan untuk shalat oleh umat Muslim. Tidak lama lagi.
Sedangkan Menteri Kebudayaan Turki, Lissa Mendoni, menyatakan kekecewaan atas keputusan Erdogan. Mengubah fungsi Hagia Sophia dari museum nasional, menjadi sebuah masjid yang hanya untuk tempat shalat. Yang di Turki sudah cukup banyak masjid untuk shalat.
“Nasionalisme yang ditunjukkan Erdogan membuat negara ini mundur enam abad,” kata Mendoni dalam pernyataan.
Juru bicara Komisi Uni Eropa Eric Mamer menyatakan, Hagia Sophia adalah situs warisan dunia UNESCO. Seharusnya pengubahan fungsi itu “harus dilihat melalui perspektif ini”. Pasalnya Hagia Sophia merupakan “simbol toleransi dan dialog”. Menurutnya, perdebatan tentang status ini tidak boleh memicu perselisihan antaragama.
Pernyataan senada juga disampaikan kalangan pemeluk Kristen Ortodoks. Menteri Luar Negeri Cyprus, Nikos Christodoulides melalui akun Twitter mencuitkan kecaman atas keputusan Erdogan.
“Sangat mengecam keras keputusan Turki terkait Hagia Sophia sebagai upaya menarik perhatian di dalam negeri. Turki seharusnya menghormati kesepakatan internasional,” kata Nikos.
Nikos melanjutkan tindakan Turki “memicu pelanggaran terhadap kesepakatan internasional dengan mengubah Hagia Sophia, yang merupakan situs warisan dunia. Juga, simbol pemeluk keyakinan Kristen Ortodoks”.
Pemimpin Gereja Kristen Ortodoks Timur di Istanbul, Patriarki Bartholomew I, pada Juni lalu sudah mengingatkan. Menurut ia, pengubahan status Hagia Sophia menjadi masjid berpotensi memicu pertikaian antarpemeluk agama.
Karena itu, pemimpin Gereja Ortodoks Rusia, Patriarki Kirill, meminta agar status Hagia Sophia dikembalikan seperti semula. Menjadi lokasi netral. Ini karena status Hagia Sophia merupakan tempat suci penganut Kristen Ortodoks.
“Penduduk Rusia mayoritas pemeluk Kristen Ortodoks, maka dari itu apa yang terjadi dengan Hagia Sophia akan menyakiti penduduk Rusia,” kata Kirill seperti dilansir Associated Press.
Diduga Erdogan melakukan hal itu untuk meningkatkan pamor politiknya di kalangan basis pendukungnya yang sebagian besar umat Muslim. Menurut hasil jajak pendapat lembaga Riset Ekonomi Istanbul pada Juni lalu, ada 46.9 responden yang setuju Hagia Sophia difungsikan sebagai masjid. Sebaliknya 38.8 persen responden menginginkan Hagia Sophia tetap menjadi museum.
IDENTITAS TETAP
Sementara itu, juru bicara kepresidenan Turki, Ibrahim Kalin menyatakan, pembukaan kembali Hagia Sophia sebagai masjid tidak akan menghilangkan identitasnya. Tempat tersebut akan selalu menjadi warisan sejarah dunia.
“Membuka Hagia Sophia untuk beribadah tidak menghalangi wisatawan lokal atau asing mengunjungi situs tersebut. Jadi kerugian dari warisan dunia tidak ada,” kata Kalin dilansir Anadolu Agency.
Membuka Hagia Sophia menjadi tempat beribadah merupakan hak prerogatif Pemerintahan Turki mengatur aset miliknya. Kalin menyatakan meski fungsinya diubah menjadi masjid, bangunan artistik di Istanbul itu tidak akan menghalangi orang-orang non muslim untuk mengunjunginya.
Kalin menegaskan sejarah Hagia Sophia dimulai pada abad keenam sebagai sebuah gereja, berlanjut sebagai masjid, dan kemudian sebagai museum. Status Hagia Sophia menjadi museum sesungguhnya status yang paling jauh dari tiga identitas bangunan ikonik tersebut.
Membuka kembali Hagia Sophia untuk tempat beribadah ini menempatkan posisinya, seperti masjid-masjid lain di Turki. Yang bisa dikunjungi siapa pun tanpa melihat agamanya.
“Semua masjid utama kami, seperti Blue Mosque, Masjid Fatih, dan Suleymaniye terbuka untuk pengunjung dan jamaah. Status Hagia Sophia ke depannya juga sama dengan masjid-masjid bersejarah tersebut,” ujarnya.
Selain itu, dikatakan pula, pemerintah Turki masih akan melestarikan ikon-ikon Kristen di tempat tersebut. Upaya ini dilakukan sama seperti nenek moyang memelihara semua nilai-nilai Kristen. Misalnya, Katedral Notre Dame yang ikonis di Prancis dan Basilika Sacre-Coeur. Gereja-gereja terkenal di dunia itu terbuka baik untuk turis maupun yang ingin beribadah.
Pada kesempatan berbeda, Erdogan mengatakan, sedikitnya 400 gereja dan sinagog yang ada di Turki secara aktif terbuka untuk beribadah. “Komunitas non-Muslim telah menjadi bagian dari Turki selama berabad-abad. Tidak ada tekanan terhadap minoritas di Turki,” katanya.
Karena itu, Erdogan menilai, kecaman asing atas perubahan fungsi Hagia Sophia dari museum menjadi masjid, merupakan serangan terhadap kedaulatan Turki. Asing berambisi untuk mengatur dan mengurus kebijakan Pemerintah Turki terhadap aset sejarah yang dimiliki.
“Melihat semua kecaman asing itu, saya ingin bertanya juga. Dimana mereka dan suara mereka saat Yunani mengubah fungsi puluhan masjid menjadi museum, rumah sakit, dan toko roti. Mengapa mereka semua diam,” katanya seperti dilansir televisi Al-Jazeerah.
Sebaliknya, tambahnya, saat Turki mengembalikan fungsi Hagia Sophia sebagai masjid sebelum diumah Kemal Attaturk, mereka semua melontarkan kecaman. Keresahan pada diri mereka masing-masing itu, sebenarnya akibat gagalnya ambisi mengatur kebijakan Turki. Mengembalikan status Hagia Sophia sebagai simbol kebesaran agama dan budaya Islam yang dicanangkan Kekaisaran Ottoman. END