
Bongkah.id – Tradisi Riyaya Unduh-Unduh yang digelar jemaat Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Mojowarno, Jombang, Jawa Timur, berlangsung dengan meriah dan penuh sukacita.
Tradisi sakral ini telah dilaksanakan secara rutin sejak tahun 1930 sebagai wujud syukur kepada Tuhan atas hasil panen yang melimpah.
Tradisi ini memiliki akar sejarah yang kuat dalam budaya agraris masyarakat Jawa Timur. Istilah “unduh-unduh” berasal dari bahasa Jawa, yang berarti “memanen.”
Sejak abad ke-19, wilayah Mojowarno dikenal sebagai pusat penginjilan Protestan oleh misionaris Belanda, dan GKJW Mojowarno menjadi gereja Kristen pertama di tanah Jawa bagian timur.
Pada 1930, tradisi syukur panen masyarakat setempat kemudian dikembangkan menjadi Riyaya Unduh-Unduh, memadukan unsur budaya lokal dan ibadah Kristen. Tradisi ini terus dijaga turun-temurun sebagai bentuk penghormatan kepada Tuhan dan perwujudan semangat kebersamaan jemaat.

Sejak pukul 06.00 WIB, ribuan jemaat memadati area GKJW Mojowarno. Tak hanya jemaat Kristen, sejumlah warga Muslim juga terlihat ikut membantu kelancaran acara, menunjukkan nilai toleransi yang kuat di masyarakat setempat.
Prosesi dimulai dari arah utara, di mana jemaat dari masing-masing dusun mengarak aneka hasil bumi menuju halaman gereja yang telah berusia lebih dari satu abad.
Sayur-sayuran, buah-buahan, hasil bumi lainnya hingga beberapa hewan ternak diarak dengan hiasan yang menarik dan kreatif, memeriahkan tradisi Riyaya Unduh-Unduh.
Panitia acara, Rudi Prastiyo Adi, menjelaskan bahwa tradisi ini merupakan bentuk rasa syukur atas penyertaan Tuhan selama masa tanam hingga panen.
“Tradisi Riyaya Unduh-Unduh adalah ungkapan syukur kami, terutama para petani, atas berkat Tuhan yang melimpah. Ini bagian dari perjalanan iman kami,” ungkapnya, Minggu (11/5/2025).
Ia menambahkan, tradisi ini digelar setiap tahun dengan melibatkan lima blok jemaat, satu yayasan kesehatan, serta satu pepantan (jemaat cabang). Masing-masing membawa hasil bumi seperti ternak, buah-buahan, dan lainnya dalam arak-arakan yang penuh makna.
Setelah diarak, hasil bumi tersebut dibawa ke halaman gereja untuk kemudian dilelang secara umum. Seluruh hasil lelang akan digunakan kembali untuk mendukung kegiatan gereja dan kesejahteraan jemaat GKJW Mojowarno.
“Bangunan arak-arakan nanti, setelah ibadah, akan dilelang. Hasilnya dimanfaatkan untuk kegiatan pelayanan di GKJW Mojowarno,” jelas Rudi.
Salah satu pengunjung, Petsi Mandala (35), mengaku terkesan setelah mengikuti kegiatan ini.
“Saya sangat terkesan dan ingin tahu bagaimana prosesi ini berlangsung dari awal sampai akhir,” pungkasnya. (ima/sip)