Bongkah.id – Pemerintah tidak menjamin penyebaran virus corona bisa ditekan saat pelonggaran pembatasan sejumlah sektor di masa new normal. Sebaliknya, era ‘normal baru’ itu malah berpotensi mengundang wabah Covid-19 gelombang kedua.
Bahkan pemerintah mengakui tak menutup kemungkinan munculnya gelombang kedua Corona bisa langsung menggelinding di masa transisi relaksasi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menuju new normal.
“Kemungkinan gelombang kedua akan terjadi cukup tinggi,” ucap Staf Khusus Menko Perekonomian Reza Yamora Siregar dalam diskusi virtual, Rabu (10/6/2020).
Kasus di Korea Selatan dan Singapura bisa menjadi contoh rawannya gelombang kedua penyebaran virus corona datang setelah dua negara tersebut melonggarkan lockdown. Serangan coronavirus gelombang kedua muncul hanya satu sampai dua pekan setelah aktivitas publik kembali dibuka.
Berbekal data pemantauan COVID-19 harian, ia memastikan pemerintah akan berupaya mengantisipasinya.
“Seberapa besar ancaman gelombang kedua virus corona ini bisa dilihat satu sampai dua pekan mendatang. Mudah-mudahan besarnya bisa tetap dalam pengawasan dan kendali kita,” tutur Reza.
Reza menegaskan, pemerintah tentu menyiapkan langkah antisipasi terhadap ancaman wabah corona gelombang kedua. Salah satunya, dengan menyiapkan fasilitas kesehatan dan protokol yang harus diikuti dunia usaha.
Sebab, pemerintah tidak bisa main buka-tutup aktivitas publik, terutama sektor ekonomi seenaknya.
“Antisipasi gelombang kedua itu jelas ada. Karena sektor ekonomi gak bisa tutup buka. Gimana kita convince (meyakinkan) pasar kalau itu kemungkinan tutup lagi,” ucap Reza. Namun demikian, Reza berharap akan lebih baik jika tidak terjadi sama sekali gelombang kedua.
Pemerintah telah menetapkan penerapan new normal atau kelaziman baru menghadapi wabah Corona. Penerapan new normal diawali dengan masa transisi melalui relaksasi PSBB seperti terjadi di DKI Jakarta dan Surabaya Raya.
Bulan Mei lalu, Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto sesungguhnya sudah mewanti-wanti agar relaksasi PSBB tidak dilakukan sembarangan. Ia mengatakan, pemahaman dan informasi mengenai relaksasi PSBB harus dirumuskan dengan benar agar penyebaran Covid-19tidak semakin parah.
Sebab, menurut Yuri, pemahaman yang salah bisa membuat masyarakat kembali tidak disiplin menjalankan protokol kesehatan untuk menghindari virus.
“Kalau kemudian relaksasi tidak terukur maka yang terjadi penularan-penularan baru. Karena ada yang merasa tidak perlu pakai masker, merasa tidak perlu jaga jarak, merasa tidak perlu menghindari kerumuman. Ini akan membuat semakin banyak kasus positif,” tandas Yuri dalam telekonferensi, Rabu (20/5/2020) lalu.
Terkait sebaran virus corona per 10 Juni 2020, tercatat ada 34.316 kasus terkonfirmasi positif sejak kali pertama diumumkan pada 2 Maret. Dari jumlah itu, 12.129 kasus sembuh dan 1.959 kasus meninggal. (bid)