Bongkah.id – M Muiz, pengawas salah satu pondok pesantren di Kecamatan Pacet, Mojokerto divonis pengadilan negeri (PN) Mojokerto 6 tahun penjara.
Terpidana kasus yang sama ini, telah terbukti melakukan pencabulan terhadap salah satu santri laki-laki.
Sebelumnya, Muiz pernah dijatuhi hukuman 9 tahun penjara dan denda Rp 500 juta, subsider 4 bulan kurungan, setelah terbukti melakukan pencabulan terhadap 5 santri laki-laki. Satu di antaranya ia sodomi.
Vonis tersebut bacakan oleh Ketua Majelis Hakim, Fransiskus Wilfrirdus Mamo, September 2024 yang lalu.
Kali ini, sidang dengan agenda vonis terhadap terpidana Muiz kembali digelar. Amar putusan tersebut dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim, Ardhi Wijayanto, di ruangan sidang cakra pengadilan negeri (PN) pada, Rabu (08/01/2025) sekitar pukul 14.00 WIB.
Hadir pula jaksa penuntut umum Rosian Arganata. Saat mengahadapi persidangan, Muiz nampak didampingi oleh penasihat hukumnya.
Dalam putusannya, Ardhi, menyatakan perbuatan Muiz telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 82 ayat (1) junto Pasal 76E UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
“Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa pidana 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta, subsider 4 bulan,” terang Ardhi saat membaca amar putusan, Rabu (08/01/2025).
Putusan tersebut, lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan JPU yang sebelumnya meminta agar Muiz dijatuhi hukuman 9 tahun penjara. Merespon putusan yang dibacakan oleh Majelis Hakim, terpidana Muiz dan jaksa penuntut umum (JPU) menyatakan pikir-pikir
Menurut, JPU Rosian Arganata, terpidana Muiz diadili untuk yang kedua kalinya ini, karena melakukan pencabulan terhadap RJL (14) asal Surabaya. Muiz melakukan aksi cabulnya sebanyak dua kali, pada saat RJL masih duduk di bangku SMP kelas 8 dan 9.
Modusnya, Muiz mengajak RJL untuk menonton film, pada waktu istirahat malam, sekitar pukul 21.00 WIB. Setelah RJL tertidur, Muiz mulai melancarkan aksinya.
“Setiap selesai kegiatan pondok, waktu istirahat malam itu terdakwa melancarkan aksi cabulnya. Tidurnya enggak berdua, ada juga beberapa teman korban yang sebelumnya jadi sasaran terdakwa,” terangnya
Saat itu, lanjut Rosian, korban sempat terbangun dan melakukan perlawanan. Namun, Muiz menindihnya dan melanjutkan perbuatannya. RJL pun tak berkutik karena takut dipukul.
“Korban takut dipukul kalau enggak nurut, terdakwa ini kan sebagai pengawas kedisiplinan,” cetusnya
Perbuatan Muiz baru terbongkar ketika RJL sering pulang tanpa izin dari pihak pondok pesantren (Ponpes). Hasil visum dari psikolog, RJL mengalami trauma yang mendalam hingga engan bersosialisasi.
“hasil visum psikolog, korban tertekan akibat kejadian itu, enggak mau bersosialisasi, maunya di rumah saja, bahkan tidak mau bersekolah,” tandasnya. (sis/sip)