Bongkah.id – Pemuda yang tergabung Aliansi Jombang Semesta Raya (Anjasmara) melakukan demo penebangan pohon asam yang dianggap memiliki sejarah. Demo diwarnai aksi teatrikal di depan Gedung Pemerintah Kabupaten Jombang, Kamis (8/12-2022) sore.
Aksi teatrikal menyita perhatian pengguna jalan, pertunjukan teatrikal yang dimainkan mengisahkan kekuasaan pemerintahan dalam melakukan penebangan pohon yang hendak dimanfaatkan untuk pelebaran jalan.
Ketua Koordinator Anjasmoro Anton Sujarwo mengatakan, sejak masa penjajahan Belanda, puluhan pohon asam itu sudah tertanam di sepanjang jalan KH. Bisri Syamsuri Jombang dan sudah menjadi saksi bisu atas perkembangan Kabupaten Jombang.
“Pohon-pohon asam yang ditebang untuk pelebaran jalan itu sebenarnya ditanam pada era Hindia Belanda sehingga puluhan pohon itu menjadi saksi bisu terkait perkembangan di daerah kabupaten Jombang,” terangnya saat melakukan orasi.
Seiring berjalannya waktu, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) memberikan izin Dinas PUPR untuk menebang 73 pohon asam yang sudah mencapai diameter rata-rata 67 cm untuk ditebang dalam waktu sekejap.
“Jika kita hitung, 73 pohon asam dengan diameter rata-rata 67 cm itu mampu menyimpan karbon minimal 300 ton per tahun. Begitu ditebang, maka bisa mengganggu keberlangsungan ekosistem daerah sekitar dan Pencemaran semakin meningkat,” imbuhnya.
Oleh karena itu, Anjasmoro menuntut pemkab Jombang bertanggung jawab agar segera mengganti kerugian ekologis yang ditimbulkan atas penebangan 73 pohon asam, menuntut Pemkab Jombang membuat perda perlindungan pohon konservasi serta memberikan sanksi hukuman terhadap oknum penebang pohon.
Sementara itu, Kepala DLH (Dinas Lingkungan Hidup) Jombang Miftahul Ulum saat menemui para pendemo. Berkomitmen akan segera mengganti pohon asam yang telah ditebang untuk pelebaran jalan yang panjangnya mencapai 2 kilometer.
“Kami terpaksa memberikan izin Dinas PUPR untuk melakukan penebangan. Karena sangat dekat dengan badan jalan yang lama. Akan tetapi pohon di sekitar yang tidak menganggu pelebaran tetap kami biarkan hidup,” Miftahul Ulum.
“Saya meminta maaf dan berjanji, bertanggung jawab dan melakukan penanaman ulang, tetapi kita akan memilih karena tidak semua titik bisa ditanami kembali. Kalau lokasi sudah tidak memungkinkan akan kita tanam di lokasi yang tidak terlalu jauh,” pungkasnya. (ima)