Bongkah.id – Jumlah anak di Jawa Timur yang menikah dini terus membengkak. Angkanya bahkan naik sampai 300% selama periode 2019-2020.
Lonjakan angka pernikahan anak di bawah umur tersebut berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan (DP3AK) Provinsi Jawa Timur. Merujuk catatan tersebut, saat ini terdapat 24.714 pernikahan anak di Jatim, meningkat 3 kali lipat dibanding tahun sebelumnya yakni sekitar 8 ribu.
“Ini kan cukup memprihatinkan, apalagi sempat ada sinetron di salah satu stasiun TV swasta yang kontroversi, membiarkan artis remaja berusia 15 tahun berperan jadi istri ketiga,” jelas Andriyanto, Kepala DP3AK Jatim, Selasa (8/6/2021).
Andriyanto mengemukakan, pernikahan anak ialah pihak mempelai yang melaksanakan akad masih berusia di bawah usia minimal yakni 19 tahun. Hal situ sebagaimana diatur dalam UU Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
DP3AK Jatim juga menyayangkan banyaknya tayangan televisi yang tidak mendidik, bahkan mendorong motif anak hingga remaja untuk melakukan pernikahan dini. Andriyanto menyinggung soal kontroversi sinetron berjudul ‘Suara Hati Istri: Zahra’, yang dinilai sangat bertentangan dengan upaya pemerintah dalam menekan angka pernikahan anak.
“Artis remaja berusia 15 berperan jadi istri ketiga, ini kan seolah-olah membenarkan terjadinya pernikahan anak. Tentu saja sangat bertentangan dengan upaya pemerintah dalam menekan terjadinya pernikahan anak,” tukasnya.
Media baik cetak, elektronik, maupun online, lanjut Andriyanto, harusnya turut berperan dalam mendukung program pemerintah dan memberikan manfaat bagi masyarakat. Menurutnya, pernikahan anak di Indonesia menjadi masalah serius.
Sebab, tambah Andriyanto, jumlah remaja mencapai 1,4 dari total penduduk di Indonesia. Nah, apabila upaya pencegahan pernikahan anak tak dilakukan maka di Indonesia terancam akan terjadi lost generation.
“Satu generasi akan hilang jika kasus pernikahan anak tak dicegah,” cetus Andriyanto.
Pihaknya berharap semua pihak, khususnya media, mendukung upaya pemerintah dalam mencegah terjadinya pernikahan anak. Salah satunya lewat program Kota Layak Anak (KLA).
“Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri, butuh dukungan semua pihak untuk mewujudkan hak anak. Yakni hak kelangsungan hidupnya, hak perlindungan, hak tumbuh kembang, dan hak untuk berpartisipasi (menyatakan pendapat),” pungkasnya. (bid)