
bongkah.id – Generasi Z tampil mendominasi ajang Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) 2025. Dari total 1.162 naskah yang masuk, sebanyak 531 pendaftar berasal dari kalangan Gen Z, menandai gelombang baru dalam dunia sastra Indonesia.
Malam Anugerah Sayembara Novel DKJ 2025 digelar di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki, Rabu (5/11) malam. Suasana penuh semangat muda tampak ketika nama-nama pemenang diumumkan.
Sastrawan Oka Rusmini, yang juga menjadi juri, menyebut capaian tahun ini sebagai rekor baru.
“Sebanyak 531 pendaftar tahun ini berasal dari Gen Z. Dalam lima puluh tahun sejarah lomba naskah DKJ, ini jumlah terbanyak yang pernah kami terima,” ujarnya, sebagaimana dikutip dari laman resmi Dewan Kesenian Jakarta.
Dari total naskah yang masuk, 792 karya lolos seleksi administrasi—dua kali lipat dibandingkan penyelenggaraan terakhir pada 2023. Menurut Oka, angka tersebut menunjukkan semangat baru di kalangan muda bahwa menulis bukan hanya ekspresi pribadi, tetapi cara bernegosiasi dengan dunia modern.
Ketua Komite Sastra DKJ, Fadjriah Nurdiasih, menegaskan bahwa pihaknya ingin membina keberlanjutan generasi penulis muda.
“Kami ingin menumbuhkan generasi penulis baru agar tidak berhenti di satu karya,” katanya.
Tahun ini, DKJ juga berkolaborasi untuk pertama kalinya dengan program Manajemen Talenta Nasional (MTN) dari Kementerian Kebudayaan. Program ini bertujuan membina dan mempromosikan talenta seni Indonesia hingga tingkat internasional.
Dalam malam penganugerahan itu, Fajar Satriyo berhasil meraih penghargaan utama lewat novelnya Superbia O. Karya tersebut dinilai menonjol karena keberanian bentuk dan penggunaan unsur metafiksi, yang memadukan surat elektronik, manuskrip hilang, hingga kritik akademik terhadap dirinya sendiri.
“Fragmen metafiksi itu menjadikan proses menulis bagian dari ceritanya sendiri,” kata Oka.
Juara II diraih Dadang Ari Murtono lewat karyanya Karmila, Cerita-cerita Menjadi Dewasa dari Sendangan, sedangkan Ahmad Muttaqin dengan Dor! Dori Dorl (3) menempati posisi ketiga.
Lebih dari sekadar ajang lomba, malam anugerah ini menjadi bukti bahwa generasi digital masih peduli pada sastra. Dengan gaya dan keberanian baru, para penulis muda membuktikan bahwa buku dan literasi tetap hidup di tengah arus teknologi yang serba cepat. (anto)
.

























