ILUSTRASI. Puluhan preman yang ditangkap Polda Jatim dan Polres jajaran yang dirilis di halaman Mapolda Jatim Jl. Ahmad Yani, Senin (14/6/2021) lalu. Para preman tersebut saat melakukan pemalakan, selalu menggunakan sajam untuk mengancam, bahkan melukai korban yang menolak memberikan uang palakan.

bongkah.id – Polri dibawah kepemimpinan Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo membuktikan komitmennya “menghabisi” premanisme di masyarakat. Sepanjang bulan Juni 2021, Polri menangani sebanyak 9.875 perkara. Tersangka yang digaruk sekitar 26.361 orang. Jumlah itu terdiri atas 19.759 tersangka premanisme dan 6.602 tersangka pungutan liar (pungli).

Demikian Kasubdit V Direktorat Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Kombes Pol Rizal Irawan dalam keterangan resmi yang diterima bongkah, Rabu (7/7/2021).

Penegakan hukum terhadap para tersangka premanisme dan pungli tersebut, menurut alumni Akpol dengan nomor akademik 92.0735 itu, proses hukumnya akan dilakukan sampai ke pengadilan. Dan, penanganan dengan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice).

“Sebanyak 4.810 tersangka ditindaklanjuti sampai dengan sidang ke pengadilan. Sementara upaya restorative justice atau pembinaan akan diterapkan terhadap sekitar 21.551 orang. Pembagian penanganan itu berdasar pada peran masing-masing dalam setiap kasus,” katanya.

Ditegaskan, tersangka yang dilakukan penegakan hukum dikenakan Pasal 368 dan 369 KUHP. Sementara untuk penyelesaian perkara dengan pendekatan keadilan restoratif, dilakukan berdasar kadar perannya dalam praktek pungli dan premanisme tersebut.

“Ada yang sudah jadi pekerjaan dan sudah dilakukan penindakan, ternyata masih ada yang berulang tertangkap. Terhadap pelaku ini bukan lagi restorative justice, tapi harus dilakukan proses hukum sebagai kriminal,” ujarnya.

Diakui, penyelesaian perkara dengan pendekatan keadilan restoratif ini sesuai dengan perintah Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dalam surat telegram, yang ditandatangani Asisten Operasi Kapolri Nomor 463 Tahun 2021. Surat telegram Kapolri tersebut ditindaklanjuti Kabareskrim Komjen Pol Agus Andrianto, dengan penerbitan surat telegram nomor 118 tahun 2021 yang mengatur tugas fungsi pokok Polri dalam penanganan permasalahan premanisme dan pungli melalui tiga kegiatan. Yakni preemtif, preventif dan represif.

“Surat telegram dari Asisten Operasi Kapolri menyangkut tiga kegiatan baik itu preemtif, preventif maupun represif. Sementara yang diterbitkan Kabareskrim menitik beratkan pada penegakan hukum,” tambahnya.

Sebagaimana diketahui, tugas pemberantasan premanisme dan pungli oleh jajaran Polri kembali masif, setelah Presiden Joko Widodo menelpon Kapolri pada saat berdialog dengan pengemudi truk di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (10/6/2021) lalu.

Sedangkan dalam Siaran Polri Presisi bertajuk ‘Berantas Premanisme dan Pungli’ yang disiarkan TVRI, Selasa (6/7/2021), kriminolog Universitas Indonesia Prof Muhammad Mustofa mengatakan, premanisme ataupun pelaku pungli jalanan itu adalah bagian integral dari masyarakat modern. Tidak bisa dikaitkan secara langsung dengan tingkat kesejahteraan. Sebagai contoh, Amerika Serikat yang lebih maju dan sejahtera dibanding Indonesia, tapi aktifitas premanismenya juga luar biasa tinggi.

“Bahkan dalam dalam pustaka kriminologi, premanisme dianggap sebagai pekerjaan. Pekerjaan yang ilegal tentunya. Jadi premanisme harus dilihat sebagai cara orang mencari nafkah, meski tidak disetujui oleh mayoritas masyarakat,” katanya.

Prof Mustofa mengingatkan, premanisme dan pungli tidak mungkin akan hilang, tetapi berfluktuatif. Begitu banyak penindakan akan berkurang, tetapi jika penindakan kepolisian kurang intensif akibat adanya prioritas yang lain, maka premanisme dan pungli akan muncul lagi. Tidak hanya itu, jika proses pemberantasan premanisme dan pungi ini diabaikan dalam waktu yang lama, dapat dipastikan wilayah penguasaan operasional mereka akan semakin luas dibanding sebelumnya.

“Premanisme ini yang selalu fluktuatif, karena kejahatan itukan dinamis. Saat satu kejahatan muncul, maka satu kejahatan akan hilang. Karena itu, saat satu ditindak dan dibasmi, dapat dipastikan kemunculan yang lainnya. Ini karena Polri sangat tidak mungkin mampu menangani semuanya,” ujarnya.

Sementara dalam acara yang sama, Pengamat Sosial dan Pakar Komunikasi dari Universitas Indonesia Dr Devie Rahmawati menegaskan, praktek pungli memiliki catatan sejarah panjang yang ditulis oleh sejumlah sejarawan. Aktifitas premanisme dan pungli itu sudah ada di Tanah Air sejak abad ke 13. Sejak masa kerajaan tradisional.

“Ketika sekarang kita menemukan pungli makin banyak, itu bukan berarti terjadi akibat kondisi pandemi, ekonomi sulit, tapi ada akar sejarah yang menarik kemudian dijadikan refleksi kenapa kemudian praktik ini masih terus saja terjadi sampai saat ini,” katanya.

Salah satu solusi membasmi premanisme dan pungli tersebut, menurutnya dia, Polri harus masif dan terus menerus dalam menangani keresahan yang mereka lakukan terhadap masyarakat. Kualitas penanganan terhadap para pelaku premanisme dan pungli itu harus adil, tegas, dan pembinaan.

Sebaliknya jika Polri dalam memberantas premanisme dan pungli itu tidak adil, diyakini, proses hukum yang dilakukan Polri tidak beda dengan seseorang yang menekan balon. Titik balon yang ditekan akan mengecil, sementara titik balon lainnya akan membesar. Dalam dunia premanisme, ketidak adilan proses hukum memiliki potensi melahirkan raja premanisme baru. Yang suatu saat nanti berpotensi mempersulit penegakan hukum. (bid-03)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here