bongkah.id – Gunung Merapi telah ditetapkan berstatus darurat siaga bencana erupsi. Status mengerikan itu menyusul peningkatan status aktivitas gunung yang bertengger di wilayah dua provinsi, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. Status itu ditetapkan Pemerintah Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, yang selama ini warganya terbanyak menjadi korban erupsi.
Sebagaimana diketahui, kebijakan Pemkab Sleman itu berdasar pada kebijakan Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta pada Kamis (5/11), pukul 12.00 WIB. Yang menaikkan status Gunung Merapi dari level II (waspada) ke level III (Siaga). Peningkatan status itu berdasarkan pemantauan aktivitas vulkanik sejak Juni 2020 hingga sekarang. Potensi ancaman bahaya yang akan terjadi berupa guguran lava, lontaran material, dan awan panas sejauh 5 kilometer.
BPPTKG juga telah memetakan daerah-daerah yang akan terdampak erupsi Merapi. Diantaranya, Kecamatan Cangkringan, Sleman, Yogyakarta; Kecamatan Dukun, Magelang, Jawa Tengah; Kecamatan Selo, Boyolali; dan Kecamatan Kemalang, Klaten.
“Kami telah mendapatkan arahan dari Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X untuk melakukan langkah antisipasi. Kami segera menerbitkan ketetapan status darurat bencana Merapi,” kata Sekretaris Daerah Kabupaten Sleman Harda Kiswaya di Sleman, Kamis (5/11/2020).
Dengan penetapan status darurat Merapi ini, diakui, Pemkab Sleman siap mengalokasikan anggaran untuk penanganan bencana erupsi Gunung Merapi. Anggaran tersebut meliputi biaya hidup warga yang harus mengungsi. Anggaran akan masuk dalam APBD perubahan.
Pada kesempatan berbeda, Pelaksana Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sleman, Joko Supriyanto mengatakan, pihaknya siap dalam upaya penanggulangan dan penanganan bencana erupsi Gunung Merapi. Kewajiban itu telah tertuang dalam ‘Kontingensi Penanganan Bencana Erupsi Gunung Merapi’ yang telah disusun beberapa waktu lalu.
“Saat ini kami juga sudah menyiapkan barak-barak pengungsian. Mengantisipasi peningkatan status siaga Gunung Merapi itu yang bisa datang sewaktu-waktu,” kata Joko.
Menurut dia, sasaran warga yang harus diungsikan pada level status siaga ini yakni lansia, ibu hamil, anak-anak, penyandang difabel, dan warga rentan lainnya. Juga ternak milik warga untuk segera diungsikan ke tempat yang lebih aman.
Selain itu, juga menutup tempat-tempat wisata di lereng Gunung Merapi yang berada pada jarak kurang dari 5 kilometer dari puncak Gunung Merapi. Pengaturan jarak sesuai rekomendasi BPPTKG Yogyakarta. “Objek wisata yang kami tutup di antaranya Bukit Klangon di Dusun Kalitengah Lor, Cangkringan, Bukit Turgo di Pakem, dan kawasan Kaliadem di Kepuharjo Cangkringan,” ujarnya.
Sedangkan dusun yang berjarak kurang dari 5 kilometer, dikatakan, harus dikosongkan. Yakni Dusun Kalitengah Lor di Kelurahan Glagaharjo, Dusun Kaliadem Lama di Kelurahan Kepuharjo, dan Dusun Pelemsari Lama di Kelurahan Umbulharjo. Semua dusun itu ada di Kapanewon (Kecamatan) Cangkringan.
“Saat ini di Kaliadem Lama sudah tidak ada penghuni, kemudian di Pelemsari hanya ada beberapa bangunan dan dua KK. Kami cek isinya ternak. Namun dua KK ini sudah mempunyai hunian tetap di bawah yang lebih aman,” tambahnya.
Penanganan evakuasi terhadap warga Dusun Kalitengah Lor, menurut dia, berpotensi lebih serius. Sebab di dusun itu ada kelompok rentan. Jumlahnya sekitar 160 orang. Mereka harus diungsikan ke barak pengungsian. Ironisnya pada musin pandemi Covid-19 ini, kapastas barak pengungsian dibatasi. Maksimal setengah dari total daya tampung barak. Misalnya, barak di Glagaharjo dengan kapasitas 300 orang. Maksimal hanya boleh diisi 120 orang. Toleransi 30 orang itu, untuk menambah jarak antar penghuni sesuai protokol Covid-19.
“Nanti sisanya akan diungsikan di rumah warga dan di tempat saudara mereka. Namun biaya hidup para pengungsi itu tetap ditanggung Pemkab Sleman,” katanya.
JALUR EVAKUASI
Sebelumnya, Sri Sultan Hamengku Buwono X meminta Pemkab Sleman, untuk menyiapkan jalur evakuasi masyarakat terkait peningkatan status Gunung Merapi dari level waspada ke siaga itu.
Selain itu, meminta warga Sleman khususnya di sisi timur, selatan, dan barat Gunung Merapi untuk memperhatikan peningkatan aktivitas gunung. Kendati demikian, masyarakat tak perlu panik dalam menghadapi situasi tersebut.
“Saya yakin bahwa mereka sudah punya pengalaman banyak masalah Merapi,” katanya.
Menurut dia, pihaknya akan segera menerbitkan Surat Edaran. Pemberitahuan terkait peningkatan status merapi yang sudah berubah.
Sementara itu, Kepala BPPTKG Yogyakarta, Hanik Humaida mengatakan, potensi bahaya yang ditimbulkan saat terjadi erupsi, antara lain guguran lava, lontaran material, dan awan panas yang meluncur maksimal 5 kilometer (km). Yang terkategor KRB (kawasan rawan bencana) III. Tapi tidak keseluruhan KRB III ini berpotensi daerah bahaya.
Menurut Hanik, sekitar 30 dusun dari 12 desa di wilayah DIY dan Jawa Tengah berpotensi terdampak saat Merapi mengalami erupsi eksplosif. Karena itu, masyarakat di wilayah itu harus meningkatkan kewaspadaannya, khususnya di daerah-daerah yang masuk dalam kawasan rawan bencana (KRB).
Terkait adanya kemungkinan kebijakan pengosongan KRB di lereng Merapi, dikatakan, kebijakan tersebut menjadi ranah pemerintah daerah (pemda) masing-masing untuk memutuskannya. Semua itu kembali pada protap Pemda dalam menghadapi bencana erupsi Merapi.
Karena itu, saat Merapi masih status waspada, pemda-pemda sudah melakukan berbagai upaya, seperti pendataan. Juga, peningkatan kapasitas atau penguatan masyarakat. Selain itu, pemda juga melakukan koordinasi untuk kesiapan menghadapi ancaman bencana erupsi Merapi. (rim)