bongkah.id ‐ Pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) serta pasar tradisional tidak mendapatkan manfaat, dari program bantuan sosial (bansos) pemerintah berbentuk sembako kepada masyarakat untuk menahan dampak ekonomi dari pandemi virus corona. Program itu hanya dinikmati para pabrik, yang digandeng pemerintah.
Demikian penilaian ekonom Senior Faisal Basri atas sistem pengadaan bansos sembako yang digembar-gemborkan pemerintah. Namun, sistem yang digunakan praktis tidak menyentuh pasar tradisional dan UMKM. Uang bansos yang puluhan triliun rupiah itu justru dinikmati perusahaan besar.
“Anggaran sembako bansos itu nilainya Rp43,6 triliun. Namun uang tersebut lari ke korporasi, karena pengadaan bahan bansos sembako langsung ke pabrik. Tidak ke warung dan pasar tradisional,” katanya saat dihubungi ponselnya, Minggu (05/07/2020) malam.
Kalau saja pemerintah belanja bahan sembako sebesar Rp43,6 triliun pada UMKM dan pasar tradisional, menurut ia, pemerintah tak akan Berlipat masalah dalam menangani dampak ekonomi rakyat, dari pandemi Covid-19. Sebab secara tidak langsung, putaran ekonomi rakyat dapat dijaga oleh kucuran dana bansos tersebut.
Namun yang dilakukan para pelaksana tugas pengucuran bansos sembako itu, dinilai, tidak cerdas dalam melaksanakan program pro rakyat yang diharapkan Presiden Joko Widodo. Anggaran negara yang seharusnya dapat mendongkrak perekonomian rakyat terdampak Covid-19, ternyata mengalir pada pabrikan besar. Sebaliknya perekonomian rakyat yang diwakili UMKM dan pasar tradisional tetap gagal dibantu pemerintah.
Pembantu kepala negara itu, seharusnya cerdas menerjemahkan perintah. Berpikir sebagai pelayan rakyat. Bukan berpikir sebagai pedagang, yang menggunakan uang rakyat untuk belanja membantu kolega bisnisnya.
Dikatakan, kerugian UMKM dan pasar tradisional tidak hanya berhenti sampai di situ. Kerugian juga terjadi pada sektor logistik, sektor pangan, dan sembako yang totalnya Rp25 triliun. Seharusnya pemerintah menjaga sisi permintaan dan omzet para pelaku usaha kecil yang paling terdampak pandemi Covid-19.
“Paling perlu untuk UMKM adalah menjaga yang namanya omzet, kalau UMKM makin sepi. Itu tadi dana logistik, pangan, sembako Rp25 triliun, total Rp68,6 triliun itu menghilangkan potensi UMKM,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, Kementerian Keuangan menganggarkan total dana penanganan Covid-19 sebesar Rp695,2 triliun. Dari total tersebut, untuk perlindungan sosial, pemerintah menganggarkan Rp203,9 triliun.
Rincinya, dana Program Keluarga Harapan (PKH) sebesar Rp37,4 triliun; Sembako Rp43,6 triliun; Bansos Jabodetabek Rp6,8 triliun; Bansos Non-Jabodetabek Rp32,4 triliun; Program Pra Kerja Rp20 triliun; Diskon Listrik Rp6,9 triliun; Logistik/Pangan/Sembako Rp25 triliun, dan BLT Dana Desa Rp31,8 triliun.
Dana tersebut ditegaskan Presiden Joko Widodo harus mampu membantu kehidupan masyarakat yang tengah tertekan oleh pandemi virus corona. Namun fakta dilapangan tidak demikian.
Dus, harapan Presiden Joko Widodo ditelikung oleh para bawahannya. Karena itu, bukan hal berlebihan jika mantan Walikota Solo itu marah dan siap lakukan reshuffle kabinet, saat memimpin rapat terbatas dengan para menteri pada 18 Juni 2020 di Istana Bogor, yang diunggah Sekretariat Presiden pada 28 Juni 2020. (ima)