Bongkah.id – Puluhan buruh pabrik rokok mendatangi kantor DPRD Jawa Timur menuntut kejelasan penggunaan anggaran dana bagi hasil cukai tembakau (DBHCT). DBH Cukai yang dibagikan Pemprov Jatim kepada 38 pemerintah kabupaten/kota naik sekitar Rp 200 miliar dari 1,8 triliun pada 2021 menjadi Rp 2 triliun tahun 2022.
Ketua Ketua Pimpinan Daerah FSP RTMM SPSI Jawa Timur, Purnomo mengatakan sebagaian dana itu sejatinya dikucurkan untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi pekerja rokok dan petani tembakau. Tapi, sampai sekarang, belum semua pekerja rokok di Jatim menerima BLT dari dana tersebut.
“Kami tanyakan sejauh mana dan kemana anggaran tahun 2021, dana yang masuk ke kabupaten/kota,” katanya.
Sesuai Peraturan Kementerian Keuangan (PMK) Nomor 206 Tahun 2020 tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) sebagai acuan peruntukan anggaran cukai rokok.
Pasal 3 ayat 3 PMK itu menyatakan penggunaan DBH CHT sebesar 50% di bidang kesejahteraan masyarakat, 25% untuk bidang penegakan hukum, dan 25% untuk kesehatan. Di bidang kesejahteran, pasal 5 PMK itu menyebut dana digunakan untuk peningkatan sumber daya manusia (SDM) buruh pabrik dan petani tembakau, bantuan langsung tunai (BLT), hingga bantuan modal usaha.
“Tahun 2021 alasan pemerintah atas edaran menteri dalam negeri menyatakan belum dapat dibagi kepada pekerja karena alasan teknis. Indikasinya, para pekerja yang mendapatkan BLT dari cukai itu tidak seluruhnya mendapatkan,” terangnya.
Purnomo mengungkapkan, hingga kini hanya pekerja pabrik rokok di kabupaten Sidoarjo dan kota Surabaya saja yang mendapatkan. Dia mencontohkan di salah satu pabrik rokok di Surabaya, dari 7 ribu karyawan, hanya terbagi 2 ribu pekerja saja yang mendapatkan.
“Apa ini sosialisasinya yang tidak tepat sehingga yang terbagi hanya sebagaian saja,” jelasnya.
Sebagai catatan, pada tahun 2021, Jawa Timur mendapatkan dana bagi hasil cukai sebesar Rp 1,8 triliun. Sedangkan, pada tahun 2022, angka DBH cukai yang diterima kabupaten/kota di Jatim naik mencapai Rp 2 triliun.
Sementara itu, data dari FSPMI Jatim, jumlah pekerja rokok di Jatim mencapai 7 ribu orang. Purnomo menambahkan, pihaknya juga khawatir mengenai kebijakan dari pemerintah pusat yang menyatakan bahwa koordinator DBH cukai dibawah koordinasi kementerian sosial. Menurutnya, pekerja khawatir, kalau bantuan itu dibawah koordinasi Kemensos, maka tidak semua pekerja akan mendapatkan bantuan itu.
Ketua DPRD Jawa Timur Kusnadi menyatakan, akan menyampaikan aspirasi pekerja rokok tersebut ke pemerintah pusat. Menurut dia, tuntutan pekerja itu wajar karena mereka berhak menerima BLT tersebut.
“Memang ada dana bagi hasil cukai tembakau dan mereka merasakan menjadi stakeholder yang mendapatkan. Tapi dalam prakteknya tidak seperti yang dibayangkan karena ada perbedaan domisili,” jelasnya.
Politisi PDI Perjuangan itu menambahkan, salah satu masalah dari pembagaian DBH cukai rokok itu adalah perbedaan domisili dari pekerja. Sehingga, mereka tidak semua pekerja mendapatkan DBH cukai rokok tersebut.
“Jadi orang Surabaya yang bekerja di pabrik Sidoarjo tidak mendapatkan DBH itu kan menimbulkan keirian. Di perusahaan yang sama, kamu dapat dan aku tidak. Pemerintah tidak akan melakukan diskriminasi mungkin hanya praktek di lapangan yang tidak pas. Dan harus dibenahi,” pungkasnya. (bid)