Bongkah.id – Dua tahun sudah berlalu sejak Surat Keputusan (SK) pelepasan kawasan hutan turun dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Namun hingga kini, kepastian bagi warga Desa Pondokrejo, Kecamatan Tempurejo, Kabupaten Jember, untuk memiliki sertifikat tanah sendiri masih jauh dari kata selesai.
Jumat (4/7/2025) sore, beberapa tokoh masyarakat bersama warga kembali berkumpul di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jember. Mereka hadir mengikuti rapat koordinasi yang difasilitasi Anggota Komisi A DPRD Jawa Timur, Eko Yunianto. Harapannya satu: ada jawaban pasti tentang nasib tanah yang sudah mereka diami sejak zaman kolonial.
“Desa kami seluruhnya masih kawasan hutan. Kami tinggal di sini sejak 1942. Alhamdulillah pada 2023 turun SK pelepasan 2.385 hektare untuk sejumlah wilayah, termasuk desa kami. Tapi sampai sekarang belum ada tindakan nyata untuk sertifikat,” tutur Soekarman Muhadi, salah satu tokoh masyarakat Pondokrejo.
Bagi Soekarman dan warga lainnya, SK pelepasan kawasan hutan semula seakan menjadi pintu gerbang harapan baru. Minimal, mereka tak lagi hidup dengan status “menumpang” di tanah sendiri. Namun kenyataan di lapangan tak semudah yang dibayangkan.
Menurut Kepala Kantor Pertanahan Jember, Ghilman Afifuddin, proses sertifikasi memang belum bisa dimulai karena belum turunnya dokumen lanjutan yang dikenal sebagai SK Biru.
“SK Biru itu yang memuat data batas tanah dan nama calon penerima sertifikat. Kalau SK Biru belum ada, kami di BPN tidak bisa mengukur dan menerbitkan sertifikat,” jelas Ghilman.
Ia menambahkan, verifikasi awal sebenarnya sudah dilakukan setelah SK pelepasan terbit pada Mei 2023. Namun, proses teknis lain baru bisa dilanjutkan begitu SK Biru diterbitkan oleh Kementerian.
Tak hanya itu, Ghilman memperkirakan langkah-langkah berikutnya mulai pengukuran bidang hingga penerbitan sertifikat kemungkinan baru bisa dilakukan tahun depan, mengingat tahun anggaran hampir habis.
Di balik urusan administrasi yang panjang, bagi warga, setiap rapat koordinasi adalah momen menumbuhkan lagi semangat yang mulai surut. Apalagi, sebagian besar lahan sudah turun-temurun menjadi sumber penghidupan.
Peran Pemerintah Daerah
Dari proses panjang ini, Anggota Komisi A DPRD Jatim, Eko Yunianto, menyebut kunci percepatan berada pada pengajuan resmi dari Pemerintah Kabupaten Jember kepada kementerian.
“Kami menyimpulkan, yang perlu didorong itu pengajuan dari Bupati. Jadi kami akan terus dampingi warga supaya hak mereka bisa segera terwujud,” kata Eko.
Ia menilai proses bisa lebih cair jika disampaikan lewat pertemuan informal.
“Kalau perlu, ada forum ‘ngopi bareng’ antara bupati dan perwakilan warga. Supaya aspirasi tersampaikan lebih humanis,” tambahnya.
Harapan Baru
Meski proses pelepasan kawasan hutan berjalan lambat, bagi warga Pondokrejo, harapan belum padam. Mereka percaya sertifikasi tanah bukan hanya soal dokumen, tapi juga simbol pengakuan atas sejarah panjang keberadaan mereka di tanah itu.
Sampai SK Biru benar-benar turun, perjuangan masih akan terus berlanjut. Bagi Soekarman dan kawan-kawan, langkah kecil seperti rapat koordinasi menjadi bagian dari ikhtiar panjang memperjuangkan hak dasar mereka: kepastian atas tanah yang telah lama mereka rawat dan tempati. (ata/sip)