
Bongkah.id – Perang dagang antara Amerika Serikat dengan China menular ke pertikaian dingin militer kedua negara di Laut China Selatan (LCS). Angkatan Laut AS mengirim dua kapal induknya menyusul kapal perang China yang menggelar latihan di zona perairan yang tengah menjadi rebutan banyak negara itu.
Menurut laporan dari pernyataan komandan operasi Angkatan Laut AS, Laksamana Muda George Wikoff, akan mengadakan latihan skala besar di Laut China Selatan, mulai Sabtu (4/7/2020). Latihan perang itu akan diikuti dua kapal induk, USS Ronald Reagan dan USS Nimitz serta empat kapal lainnya.
“Tujuan (dari latihan yang direncanakan) adalah untuk menunjukkan sinyal yang tidak ambigu kepada mitra dan sekutu kami bahwa kami berkomitmen untuk keamanan dan stabilitas regional,” kata Wikoff, seperti dilansir oleh South China Morning Post.
Namun Wikoff tak mau menyebutkan lokasi persis latihan kapal perang itu digelar. Ia juga membantah bahwa operasi Angkatan Laut AS sebagai reaksi terhadap latihan angkatan laut China sebagai reaksi yang lebih umum terhadap meningkatnya sikap tegas militer Beijing. Kendati, operasi tersebut berlangsung pada saat yang sama dengan lima hari latihan oleh militer China di dekat Kepulauan Paracel, yang dimulai pada Rabu (1/7/2020).
Dikatakan, operasi Angkatan Laut AS hanya mengikuti peringatan dari Departemen Pertahanan AS pada hari Kamis. Nota peringatan itu menyebutkan bahwa latihan militer Beijing merupakan tindakan terbaru dari serangkaian tindakan yang sudah dilakukan China untuk menegaskan klaim maritime. Padahal itu melanggar hukum dan merugikan negara-negara Asia Tenggara di Laut China Selatan.
Tindakan China itu berbeda dengan janjinya untuk tidak melakukan militerisasi Laut China Selatan dan visi Amerika Serikat tentang kawasan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka. Di mana semua negara, besar dan kecil, aman dalam kedaulatan mereka, bebas dari paksaan, dan mampu mengejar pertumbuhan ekonomi yang konsisten dengan aturan dan norma internasional yang diterima.
Sebelumnya, Tiongkok sudah memberi tahu PBB pada bulan Desember lalu bahwa Beijing memiliki hak berdaulat untuk semua pulau di Laut China Selatan, termasuk Paracels. Pada bulan Juli 2016, sebuah keputusan oleh pengadilan internasional di Den Haag menentukan China tidak memiliki hak secara historis atas Laut China Selatan.
Klaim terhadap terumbu karang oleh beberapa negara secara hukum tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk mengklaim kepemilikan teritorial. Namun Beijing menolak keputusan itu dan menggambarkannya sebagai tidak memiliki kekuatan mengikat.
Sebelum menggelar latihan perang, China melarang kapal-kapal mendekati Kepulauan Paracels di LCS. Pada 28 Juni, Administrasi Keselamatan Maritim China mengumumkan rencana latihan selama lima hari, yakni pada 1-5 Juli. China lantas meminta semua kapal sipil termasuk nelayan tidak merapat demi keselamatan selama periode latihan.
“China sudah membawa pasukan militer untuk latihan di dekat kepulauan Paracels setiap tahun untuk memperkuat kontrol pada wilayah itu dan membuatnya tak tergantikan,” laporan media Jepang Asian Nikkei Review.
Tindakan China ini sontak memantik kemarahan Vietnam. Sebab, negara bekas Vietkong ini juga mengklaim Kepulauan Paracels sebagai miliknya.
Kementerian luar negeri Vietnam mengatakan tindakan China tersebut sebagai pelanggaran kedaulatan yang dapat membahayakan hubungan Beijing dengan ASEAN.
Kepulauan Paracels merupakan subjek klaim yang tumpang tindih antara China, yang menyebut mereka sebagai Xisha Islami. Adapun Vietnam mengklaim wilayah tersebut sebagai Kepulauan Hoang Sa.
Reaksi keras tidak hanya datang dari Vietnam. Filipine melalui Menteri Pertahanannya, Delfin Lorenzana menyebut latihan militer China merupakan tindakan yang sangat provokatif. (bid)