Sedangkan teknik colet yang diajarkan merupakan teknik yang berbeda dengan proses membatik pada umumnya. Colet berasal dari bahasa Jawa yang memiliki arti memberi warna atau mewarnai kain yang sudah diberi motif.
“Colet sebuah nama saja tapi proses kita hampir 75 persen menggunakan coletan untuk pewarnaannya,” ujarnya.
Begi Sutrisno, memperkenalkan batik dari usia dini merupakan salah satu harapannya. Supaya dari usia anak paham bagaimana melestarikan budaya, terutama batik.
Menurut dia, selama ini banyak orang yang belum paham soal batik. Terkadang ada yang bilang kain tekstil yang bergambar batik, sebagai kain batik.
“Ini salah, kain batik itu dibatik, kalau yang tekstil itu gambar batik yang diprin di atas kain,” beber Sutrisno.
Beberapa produk yang ia produksi sejauh ini antara lain batik tulis, batik cap, cap kombinasi tulis, dan tekstil atau printing. Terkait harga, ia membanderol mulai dari Rp 30 ribu hingga Rp 2,5 juta bergantung ukuran dan jenisnya.
“Untuk harga batik cap mulai Rp 100 hingga Rp 2,5 juta ke atas per potong. Kalau batik tulis Rp 350 ribu per meter, batik kombinasi cap dan tulis Rp 250 ribu, cap saja Rp 125 ribu, dan printing Rp 35 permeter,” pungkas Sutrisno. (ima)