
Bongkah.id – Derit pintu kayu yang rapuh terdengar saat Kepala Sekolah, Wiji Utami membuka salah satu ruang kelas di SD Negeri Jabon 2. Kepalanya menoleh hati-hati, memastikan tak ada serpihan plafon yang siap runtuh. Sejak pertama kali menjabat sebagai Kepala Sekolah pada September 2020, Wiji tahu benar kondisi gedung tua itu tak banyak berubah.
“Sebetulnya empat lokal ini sudah lama rusak. Yang dua ruang sudah direhab Desember 2024 kemarin, tapi yang dua ini belum,” tutur Wiji pelan. Matanya menatap ruang kelas 2 yang kini kosong, Kamis (3/7/2025).
Sudah setahun lebih tak ditempati, tepatnya sejak tahun ajaran 2024/2025 bergulir. Bukan tanpa sebab. “Kondisinya terlalu parah, saya tidak berani menempati, takutnya berisiko terhadap anak-anak,” ujarnya.
Dengan jumlah siswa yang hanya 43 anak, dari kelas 1 hingga 6, seharusnya mereka bisa belajar dengan nyaman. Namun ruang terbatas membuat siswa kelas 1 dan 2 harus rela berbagi. Suara tawa dan bacaan anak-anak sering bercampur jadi satu, seolah tak mengenal sekat usia.
Wiji dan jajaran sekolah sebenarnya tak tinggal diam. Proposal pengajuan perbaikan sudah dikirimkan. Namun, soal disetujui atau tidak, ia hanya bisa pasrah.
“Masalah di ACC atau tidak, hanya dinas yang bisa menjawab. Paling tidak mereka harus bisa melihat kondisi sekolah seperti ini. Paling tidak lembaga ini juga bisa terlihat mewah,” lanjutnya lirih.
Menanggapi kondisi ini, Rhendra Kusuma, Kabid SD Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Jombang, menegaskan bahwa pihaknya akan mengecek langsung kondisi sekolah.
“Kita akan cek dulu ke lokasi apakah benar seperti itu, kemudian kalau ada anggaran maka akan kita perbaiki,” jelasnya.
Rhendra menambahkan, kerusakan bangunan bukan alasan utama sedikitnya siswa yang mendaftar di SD Negeri Jabon 2.
“Untuk prasarana itu kan tidak menjadi salah satu penyebab jumlah siswa mendaftar. Ketika bangunan mau ambruk, maka kita berkewajiban membenahi ruang kelas-ruang kelas tersebut,” katanya.
Ia juga mengingatkan bahwa rehab sebelumnya pun sudah pernah dilakukan. “Tahun kemarin dana PAK tahun 2021 sebesar Rp195 juta juga sudah kita rehab. Bukan tidak tuntas, tapi karena anggarannya hanya untuk atap,” tegasnya.
Di sela keterbatasan anggaran, ruang kelas yang rusak, dan jumlah murid yang sedikit, Wiji tetap menggenggam optimisme. Ia berharap ada jalan agar ruang belajar di sekolah kecilnya bisa kembali aman, layak, dan menampung mimpi anak-anak tanpa rasa takut akan bangunan yang sewaktu-waktu bisa runtuh. (ima/sip)