Bongkah.id – Setiap bulan, sebagian orang sibuk menghitung gaji yang baru saja masuk ke rekening mereka. Tapi, di antara angka-angka itu, ada sebagian kecil yang seharusnya bukan milik kita sepenuhnya, itulah zakat penghasilan.
Zakat penghasilan, atau sering disebut zakat profesi, adalah kewajiban bagi umat Muslim yang memiliki penghasilan tetap dan sudah melebihi batas nisab.
“Ya, menurut keputusan MUI zakat penghasilan wajib ditunaikan,” ujar Kepala Kemenag Jombang, Muhajir, Rabu (2/7/2025).
Besarnya pengeluaran zakat penghasilan hanya beberapa persen dari pendapatan bersih setiap bulan, tetapi manfaatnya bisa mengalir untuk banyak orang yang membutuhkan.
“Yang wajib dikeluarkan untuk zakat penghasilan hanya 2,5 persen dari pendapatan,” jelasnya.
Bayangkan, jika setiap pegawai, profesional, atau wirausahawan disiplin menyisihkan zakat penghasilannya tiap bulan, berapa banyak anak yatim bisa sekolah, berapa banyak keluarga kurang mampu bisa bertahan, berapa banyak orang sakit bisa berobat.
Zakat penghasilan bukan sekadar kewajiban individual, tetapi juga jembatan kepedulian sosial. Dengan membayarnya rutin setiap bulan, kewajiban menjadi lebih ringan, tidak terasa memberatkan di akhir tahun, dan penyalurannya pun bisa lebih cepat dirasakan oleh mereka yang berhak.
Kini, membayar zakat penghasilan semakin mudah. Lembaga-lembaga zakat maupun masjid-masjid telah menyediakan berbagai saluran, baik melalui transfer, aplikasi, maupun jemput zakat ke rumah.
Maka tak ada alasan lagi untuk menunda. Setiap rupiah penghasilan kita punya hak orang lain di dalamnya. Dan hak itu harus ditunaikan, bulan demi bulan, sebagai bentuk syukur, sekaligus bentuk tanggung jawab kita pada sesama.
Adapun penerima zakat penghasilan sama seperti penerima zakat pada umumnya, yaitu 8 golongan (asnaf) yang disebutkan dalam Al-Qur’an, Surah At-Taubah ayat 60. Berikut daftarnya:
1. Fakir
Orang yang hampir tidak punya harta dan penghasilan, sehingga tidak bisa mencukupi kebutuhan pokok hidupnya.
2. Miskin
Orang yang punya penghasilan, tapi sangat minim sehingga tidak cukup untuk kebutuhan dasar sehari-hari.
3. Amil
Orang-orang yang bertugas mengelola, mengumpulkan, mendistribusikan, dan mengurus administrasi zakat.
4. Mu’allaf
Orang yang baru masuk Islam atau orang yang masih lemah imannya dan membutuhkan dukungan agar mantap dalam keislaman.
5. Riqab (Hamba Sahaya)
Di zaman sekarang, maknanya lebih luas, misalnya untuk membebaskan orang dari perbudakan modern atau membantu orang yang terbelit hutang akibat eksploitasi.
6. Gharim (Orang yang Berhutang)
Orang yang berhutang untuk kebutuhan hidup mendesak (bukan untuk hal yang maksiat) dan tidak sanggup membayar.
7. Fisabilillah
Orang atau kelompok yang berjuang di jalan Allah, seperti dakwah, pendidikan Islam, pembangunan fasilitas keagamaan, dan lain-lain.
8. Ibnu Sabil (Musafir)
Orang yang kehabisan biaya dalam perjalanan jauh yang halal, dan tidak bisa pulang ke kampung halamannya tanpa bantuan.
Jadi, zakat penghasilan yang terkumpul bisa disalurkan ke golongan-golongan ini sesuai kebutuhan dan prioritas. (ima/sip)