
Bongkah.id – Rencana pengembangan industri baterai kendaraan listrik di tanah air menarik minat tiga perusahaan kelas dunia. Tim Percepatan Proyek Baterai Kendaraan Listrik tengah menyeleksi perusahaan yang memenuhi tiga kriteria untuk menjadi rekanan proyek senilai USD 13,4 miliar—USD 17,4 miliar tersebut.
Tim Percepatan Proyek Baterai Kendaraan Listrik menetapkan tiga kriteria untuk rekanan yang dapat menjadi calon mitra konsorsium BUMN, Indonesia Battery Holding atau Indonesia Battery Corporation. Pertama, perusahaan yang memiliki jejak global di dalam industri baterai kendaraan listrik dan berencana melakukan ekspansi bisnis.

Kedua, memiliki kekuatan finansial dan investasi di bidang baterai. Ketiga, mempunyai reputasi merek dan hubungan dengan original equipment manufacturer.
“Awalnya kami dapatkan di dunia ada 11 perusahaan yang bergerak di bidang battery cell dan kemudian kami screening dapat tujuh. Setelah kami hubungi, hanya tiga perusahaan yang aktif melakukan aktif negosiasi,” kata Ketua Tim Percepatan Proyek Baterai Kendaraan Listrik Agus Tjahajana Wirakusumah dalam BUMN Media Talk, Selasa (2/2/2021).
Ketiga perusahaan tersebut adalah Contemporary Amperex Technology Co. Ltd (CATL) dari China, LG Chem Ltd. Korea Selatan, dan Tesla Inc. Amerika Serikat. Namun ketiga korporasi tersebut sudah mendekati kerjasama proyek dengan instansi lain.
CATL diketahui telah menandatangani nota kesepahaman dan kesepakatan awal dengan PT Aneka Tambang (Antam) Tbk., dan akan menjadi salah satu pemilik saham di Indonesia Battery Holding. Kemudian, LG Chem melalui anak usahanya, LG Energy Solution, juga telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Pemerintah Indonesia untuk pembangunan pabrik baterai pada 18 Desember 2020 dengan total investasi mencapai USD 9,8 miliar atau setara Rp 142 triliun.
Sedangkan Tesla telah memberi sinyal ingin terlibat di salah satu rantai pasokan industri kendaraan listrik di sektor hilir, yakni dalam proyek pembuatan energy storage system (ESS) yang rencananya dikembangkan oleh PT PLN (Persero).
“Mengenai Tesla, kita dalam tahap negosiasi. Karena Tesla ini agak late comers. Kita sudah maju jauh 5-6 bulan di depan, Tesla baru belakangan masuk, sehingga kita sedang pelajari mereka mau masuknya kemana. Salah satu yang kami dapat tangkap dari pembicaraan kemarin, Tesla ingin masuk ke ESS (Energy Storage System),” tutur Agus.
Adapun empat perusahaan lain yakni Samsung SDI dari Korea Selatan, Panasonic dari Jepang, BYD Auto Co.Ltd, dan Farasis Energy, Inc tidak menunjukkan minat serius.
“Seperti Farasis, tidak memperlihatkan keinginan kerja sama, mungkin bisnisnya sudah penuh di tempat lain, dan lain-lain. Yang sedang yang saya sebutkan tadi,” ujar Agus.
Sementara Wakil Menteri BUMN Pahala Mansury, dalam kesempatan yang sama, menuturkan Indonesia perlu bermitra dengan pemain global dunia untuk bisa mengembangkan industri baterai kendaraan listrik secara terintegarsi dari hulu hingga hilir.
“MIND ID, Antam, Pertamina, PLN, perlu lakukan kerja sama dengan perusahaan-perusahaan yang punya teknologi dan bisa memberi sumber daya untuk berinvestasi di bidang baterai kendaraan listrik secara terintegrasi,” katanya.
Di sisi lain, Indonesia juga masih membutuhkan investasi untuk merealisasikan potensi industri baterai kendaraan listrik, mulai dari penambangan, pemurnian dan pengolahan, hingga pembangunan pabrik untuk produksi battery cell dan battery pack.
“Pengolahan eksploitasi tambang butuh miliaran dolar, turun ke fasilitas smelting dan refinery, itu juga butuh miliaran dolar. Apalagi kemudian membangun pabrik untuk buat prekursor dan katode sebelum dimanfaatkan jadi battery cell dan battery pack, tentu butuh investasi puluhan miliar dolar,” jelasnya.
Menurutnya, pengembangan industri baterai kendaraan listrik diperkirakan akan memberi dampak bagi perekonomian nasional sebesar 25 miliar dolar AS atau sekitar Rp 400 triliun pada 2027 mendatang. (bid)