Bongkah.id – Di tengah arus perubahan pendidikan yang serba cepat, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, hadir dengan angin segar bernama Sekolah Rakyat. Bukan sekadar nama, program ini membawa konsep belajar yang membebaskan siswa dari sekat-sekat kelas formal yang kaku.
Mu’ti menegaskan, Sekolah Rakyat akan menerapkan kurikulum khusus yang dirancang sesuai kebutuhan.
“Kurikumnya itu tailor-made curriculum. Artinya kurikulum yang didesain khusus untuk Sekolah Rakyat, sistemnya itu multi-entry, multi-exit,” ujar Mu’ti, penuh keyakinan.
Lewat kurikulum ini, Mu’ti ingin mematahkan pandangan lama bahwa siswa harus seragam menempuh jenjang belajar dari awal hingga akhir. Tak ada lagi kewajiban memulai dari kelas satu. Setiap anak bisa masuk di level yang sesuai dengan kemampuannya.
“Jadi mungkin saja disebut sebagai multi-entry karena dia bisa masuk di level mana saja. Disebut multi-exit itu artinya, kalau dia capaian pembelajaran sudah memenuhi, dia bisa capaian pembelajaran yang berikutnya. Jadi enggak harus tes bareng-bareng sebagaimana sekolah-sekolah formal yang ada itu,” jelasnya panjang lebar.
Sebagai Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Mu’ti melihat konsep ini mirip dengan pola belajar di luar sekolah formal, seperti Pramuka dan pesantren. Ia menyebut sistem ini sejalan dengan Syarat Kecakapan Umum (SKU) di Pramuka dan metode sorogan di pesantren, di mana murid belajar sesuai kecepatan masing-masing dan lulus di waktu yang berbeda.
“Basisnya adalah capaian pembelajaran,” tegasnya lagi, seolah menekankan bahwa di Sekolah Rakyat, hasil belajar bukan sekadar angka rapor, melainkan kemajuan nyata setiap anak.
Agar gagasan ini berjalan, Mu’ti pun menyiapkan rekrutmen guru yang tak kalah selektif. Para pengajar Sekolah Rakyat akan dipilih melalui jalur terbuka dengan syarat telah lulus Pendidikan Profesi Guru (PPG). Statusnya pun dirancang fleksibel, berupa kontrak khusus yang menyesuaikan kebutuhan Sekolah Rakyat.
Langkah ini menjadi jawaban bagi banyak orang tua yang mendambakan pendidikan yang lebih inklusif, fleksibel, dan manusiawi. Di Sekolah Rakyat, mimpi anak-anak untuk belajar tanpa harus selalu duduk di bangku kelas yang sama bisa terwujud. (Ima/sip)