Bongkah.id – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materiil tentang Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Rabu (31/8/2022). Hakim menyatakan tuduhan monopoli dalam pembentukan peraturan organisasi konstituen pers dan intervensi oleh Dewan Pers, tidak terbukti.
Dalam putusannya, Hakim Mahkamah menyatakan, Dewan Pers selaku pihak terkait hanya memfasilitasi pembahasan bersama pembentukan peraturan organisasi konstituen pers. Hal itu menjadi pertimbangan MK dalam menolak beberapa argumen yang diajukan pemohon.
“Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK, Usman Anwar, yang memimpin sidang. Dengan demikian permohonan uji materiil terhadap UU Pers itu pun gugur.
Menurut hakim MK, fungsi memfasilitasi, dinilai MK sesuai dengan semangat independensi dan kemandirian organisasi pers. Dengan demikan, tidak ada intervensi dari pemerintah maupun Dewan Pers dalam pembentukan organisasi pers.
Adanya tuduhan bahwa Pasal 15 ayat 2 UU Pers membuat Dewan Pers memonopoli pembuatan peraturan tentang pers juga dibantah MK. “Tuduhan monopoli pembuatan peraturan oleh Dewan Pers adalah tidak berdasar,” tutur Usman.
Mengenai gugatan atas uji kompetensi wartawan (UKW), MK menyatakan, bahwa hal itu merupakan persoalan konkret dan bukan norma (aturan). Masalah ini juga sudah diputuskan pada tahun 2019 dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Soal kemerdekaan pers, MK menyatakan, Pasal 15 ayat 2 huruf (f) dan Pasal 15 ayat 5 UU Pers tidak melanggar kebebasan pers. Bahkan kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat pun tidak dihalangi oleh pasal tersebut.
Menanggapi keputusan tersebut, Wakil Ketua Dewan Pers, M Agung Dharmajaya, mengaku bersyukur. Ia berpendapat, sembilan hakim MK telah menjalankan tugasnya dengan pikiran jernih dan bersikap adil.
“Itu juga menandakan tidak ada hal yang kontradiktif antara Pasal 15 ayat 2 huruf (f) dan Pasal 15 ayat 5 dalam UU Pers dengan UUD 1945. Justru pasal-pasal dalam UU Pers itu sinkron dengan UUD 1945,” ungkap dia.
Sedangkan anggota Dewan Pers, Ninik Rahayu, mengutarakan secara umum apa yang digugat oleh para pemohon adalah masalah konkret dan bukan norma. Itu sebabnya dia mengimbau agar semua konstituen pers yang merasa tidak puas atas ketentuan yang dibuat oleh organisasi pers hendaknya memberi masukan.
Masukan itu akan melengkapi dan memperbaiki ketentuan yang dibuat oleh insan pers tersebut. Dewan Pers berrharap semua pihak bisa mematuhi putusan MK.
“Tidak hanya terbatas pada insan dan organisasi pers, akan tetapi pemerintah pun perlu mematuhinya,” tukasnya.
Uji materiil UU Pers ini dimohonkan oleh Heintje Grinston Mandagie, Hans M Kawengian, dan Soegiarto Santoso pada 12 Agustus 2021. Sidang putusan hari ini, disaksikan sejumlah anggota Dewan Pers secara daring yakni M Agung Dharmajaya, Ninik Rahayu, dan Asmono Wikan.
Dalam konferensi pers, pengacara Dewan Pers Wina Armada menjelaskan keputusan MK memenangkan Dewan Pers atas gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, sudah tepat. Acara ini dihadiri Wakil Ketua Umum Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Yono Hartono, Ketua Umum AJI Indonesia Sasmito Madrim, dan pengurus organisasi pers lainnya.
“UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 itu pangkal demokrasi, menjamin kebebasan pers, dan kebebasan seluruh lapisan masyarakat dalam menyampaikan pendapat,” katanya di Gedung Dewan Pers, Kebon Sirih Jakarta Pusat.
Dalam kesempatan jumpa pers tersebut, Sekretaris Jenderal SMSI Mohammad Nasir menyampaikan selamat kepada Dewan Pers atas kemenangan dalam menghadapi gugatan uji materiil UU Pers tersebut.
“Kemenangan dalam sidang MK ini menguatkan Dewan Pers dalam memperjuangkan kemerdekaan pers,” kata Nasir. (bid)