bongkah.id – Sekitar 5000 jamaah melaksanakan Salat Idul Adha 1441H di Masjid Al-Akbar Surabaya, Jumat (30/7/2020). Kegiatan ibadah shalat sunnah Id ini merupakan yang pertama digelar selama pandemi virus corona (Covid-19). Penyelenggaraannya pun berbeda dengan sebelumnya. Protokol kesehatan ketat diterapkan sebelum kegiatan.
Rangkaian protokol ketat itu diantaranya calon jamaah diwajibkan memakai masker, pengecekan suhu badan di pintu masuk, calon jamaah diwajibkan melintasi bilik disinfektan, dan calon jamaah diwajibkan membersihkan tangannya dengan hand sanitizer yang telah disediakan panitia. Selanjutnya calon jamaah menerima kantong plastik dari panitia. Kantong plastik tersebut untuk dimanfaatkan calon jamaah menyimpan alas kakinya.
“Kami bagikan kantong plastik agar sandal dan sepatu jamaah bisa dibawa masuk masjid. Diletakkan didekat jamaah. Cara ini untuk menghindari berjubelnya jamaah saat antre mengambil alas kakinya seusai shalat,” kata Humas Masjid Al Akbar, Helmy M Noor di sela-sela pelaksanaan protokol kesehatan ketat sebelum gerbang masuk masjid.
Protokol kesehatan lainnya, menurut Helmy, dibaginya pintu masuk calon jamaah putra dan putri. Calon jamaah putra disiapkan masuk melalui pintu gerbang sisi barat dan timur. Sementara calon jamaah putri diwajibkan melalui pintu masuk sisi utara dan timur. Selain itu, shof shalatnya diatur berjarak. Sekitar satu meter antar jamaah.
Pelaksanaan protokol kesehatan tersebut, sebenarnya sudah dilakukan sejak sebelum hari H. Dengan membatasi jumlah jamaah. Kapasitas 50.000 jamaah yang dapat ditampung Masjid Al-Akbar, Surabaya, dikurangi menjadi 5.000 jamaah. Agar terkoordinir dengan baik, proses pengurangannya menerapkan sistem pendaftaran. Kaum muslim yang berminat diwajibkan mendaftar lebih dahulu secara online. Untuk mendapatkan ID-Card peserta shalat jamaah.
“Dari sistem pendaftaran online didapatkan 3.500 jamaah. Kuota sisa sebanyak 1.500 jamaah dibagikan secara on the spot saat jamaah hendak memasuki area masjid,” ujarnya.
Menurut ustadz muda yang karib dipanggil Gus Rachmat, dirinya sangat terkesan dengan penyelenggaraan shalat Idul Adha 1441 Hijriah di Masjid Al-Akbar tersebut. Panitianya sangat cerdas dan inovatif. Salah satunya dengan sistem pendaftaran untuk mendapatkan ID-Card peserta shalat. Sistem ini merupakan sejarah baru dalam penyelenggaraan shalat jamaah dengan peserta ribuan di masa pandemi. Diyakini pengalaman baru baginya ini bukan kemuskilan yang pertama di Indonesia dan dunia.
“Pokoknya panitia Shalat Idul Adha Masjid Al-Akbar ini jempol dua. Cerdas dan inovatif. Karena itu, ID-Card ini akan menjadi koleksi saya. Sekaligus bisa jadi bahan pengajian untuk ditiru panitia masjid lain pada masa datang, kalau saja ada pagebluk jenis lain yang menyerang Indonesia,” ujar ustadz muda itu sambil tersenyum dan mengangkat dua jempol tangannya.
Kendati demikian, dia tidak memungkiri, bahwa penyelenggaraan shalat jamaah dengan shof berjarak antar jamaah itu agak sedikit aneh. Sebab baru untuk kaum muslim di Indonesia. Namun, shalat jamaah berjarak dalam hukum Islam adalah sah. Kaum muslim di Indonesia tidak usah ragu. Tidak usah memikirkan soal pahala shalat jamaah, yang menjadi urusan Alloh SWT.
JANGAN KURANG AJAR
Ayah dari tiga anak itu memang tidak secara tegas dalam menilai tentang hukum shalat jamaah berjarak, seperti yang ditetapkan pemerintah pada masa pandemi Covid-19 ini. Namun, ia mengutip hadis yang diriwayat sahabat Nu’man bin Basyir RA tentang para sahabat Nabi, yang menempelkan pundak ke pundak jamaah disebelahnya. Demikian pula bertemunya mata kaki saat sholat berjamaah.
Berdasarkan pernyataan sahabat Nu’man tersebut, ulama Syekh Utsaimin dari Arab Saudi menafsirkan, “Menempelkan kaki dalam shaf bukan ibadah yang ditujukan secara mandiri. Sehingga, bila shaf sudah lurus dan tidak ada kerenggangan tanpa dengan menempelkan kaki, maka tujuan ibadah sudah tercapai”. Dengan demikian, menempelkan kaki atau rapat dalam sholat hukumnya sunah (dianjurkan), itu tafsir dari hadis yang diriwayatkan sahabat Nu’man bin Basyir RA.
Sementara Imam Ibnu Hajar Al Haitami dalam kitabnya Tuhfatul Muhtaj bi Syarhil Minhaj, mengatakan “Jika mereka tertinggal (terpisah) dari shaf karena uzur, seperti saat cuaca panas di Masjidil Haram, maka tidak (dianggap) makruh dan lalai sebagaimana zahir,
Demikian pula pendapat yang disampaikan Imam An-Nawawi dalam kitabnya Raudhatut Thalibin, bahwa menerapkan jarak aman (social distancing) antarjamaah dalam kondisi darurat tidak membatalkan sholat berjamaah dan sholat Jumat. “Jika seorang masuk sementara jamaah sedang sholat, maka ia makruh untuk berdiri sendiri. Tetapi, jika ia menemukan celah atau tempat yang luas pada shaf tersebut, hendaknya ia mengisi celah tersebut. Tetapi, jika ia berdiri sendiri, maka sholatnya tetap sah,”
Sedangkan untuk kaum muslim di Indonesia khususnya dan dunia umumnya, dikatakan, soal aturan shalat berjamaah yang berjarak di masa pandemi Covid-19 ini hendaknya tidak usah diperdebatkan sah atau tidaknya. Cukup lakukan sesuai keyakinan pribadi. Jangan paksakan keyakinan pribadi pada orang lain. Ingin shalat jamaah, datanglah ke masjid atau musholah. Baik shof shalat jamaahnya berjarak atau tidak. Kalau meyakini tak ingin salah beribadah, silahkan shalat berjamaah di rumah dengan keluarga. Atau pun shalat sendirian di masjid atau di rumah.
“Terpenting lagi kaum muslin jangan kurang ajar dengan mengurusi soal pahala shalat jamaah berjarak, yang menjadi urusan Alloh, Mendapat pahala 27 derajat itu urusan Alloh. Tidak mendapat pahala itu urusan Alloh. Bahkan shalatnya pun tidak diterima, itu juga Alloh,” katanya.
Yang penting dalam beribadah, ditambahkan, setiap muslim hendaknya berfikir positif dan cerdas. Cukup dengan mensyukuri masih diberi kesempatan Alloh untuk shalat berjamaah. Belum dicabut kesempatan shalat berjamaahnya, menjadi disholati berjamaah yang selanjutnya diantarkan menuju pemakaman.
“Pokoknya mumpung masih hidup, gunakan kesempatan ini sebaik mungkin. Perbanyak shalat jamaah dan sunnah, karena dicabutnya kesempatan untuk sholat itu hitungannya seper sekian-sekian detik di depan setiap yang hidup,” ujarnya sambil berjalan menuju tempat parkir motor KLX 150cc kesayangannya.
Dalam shalat Id tersebut dipimpin oleh Imam Besar Masjid Al Akbar Ustadz Ahmad Muzakki, SThI Alhafidz. Sementara Khotib diamanak pada Kepala Kanwil Kemenag Provinsa Jawa Timur, Dr. H. Ahmad Zayadi M.Pd. Tema khutbah dari mantan Dirketur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Dirjen Pendidikan Islam Kemenag ini, ibadah kurban untuk meningkatkan solidaritas kemanusiaan.
Selain kaum muslim dari Surabaya, Sidoarjo, Gresik, dan Pasuruan, Shalat Id tersebut juga diikuti Gubernur Jawa Timur Hj. Khofifah Indar Parawansa, Wakil Gubernur H. Emil Dardak, serta jajaran Forkopimda Jatim lainnya. (rim)