bongkah.id – Air bah kembali datang tanpa diundang di Desa Kedungbanteng dan Banjar Asri, Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo, Jawa Timur.
Dari Kamis (25/12/2025) ketinggian air mencapai 35–50 sentimeter. Pada Senin (29/12/2025) air masih bertahan di kisaran 30–40 sentimeter. Genangan yang tak kunjung surut itu membuat aktivitas harian warga tersendat.
Di kedua desa itu, lantai rumah tak lagi kering, jalan kampung berubah menjadi aliran air, dan aktivitas sehari-hari harus dijalani dengan kehati-hatian ekstra.
Sebagian warga memilih bertahan di rumah. Bukan karena nyaman, melainkan karena tak banyak pilihan.
Tiap hari, sebelum berani melangkah keluar rumah, anak-anak lebih dulu menggulung celana mereka hingga setinggi lutut. Air cokelat masih menggenangi jalan kampung. Orang-orang dewasa berjalan pelan, menjejakkan kaki dengan penuh kehati-hatian agar tidak terpeleset. Sepeda motor ditinggalkan jauh dari rumah, tak sanggup menembus genangan yang tak kunjung surut.
Di tengah keterbatasan itu, kehadiran bantuan menjadi secercah harapan. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sidoarjo menurunkan delapan unit toilet portable, satu perahu karet, serta makanan siap saji dari dapur umum. Bantuan tersebut menjadi penolong bagi warga yang kamar mandinya terendam dan dapurnya nyaris tak bisa digunakan.
Kepala Pelaksana BPBD Sidoarjo, Sabino Mariano, mengatakan banjir di kawasan Tanggulangin memang bukan peristiwa baru. Setiap tahun, air datang menyapa. Namun, tahun ini berbeda. Curah hujan yang tinggi berpadu dengan belum optimalnya fungsi rumah pompa Kedungpeluk yang masih dalam tahap pengerjaan, membuat air bertahan lebih lama dan merendam lebih dalam.
“Banjir memang terjadi setiap tahun, tetapi kali ini debit airnya lebih tinggi. Banyak rumah terendam hingga kamar mandi tidak bisa dipakai. Karena itu kami kirimkan delapan toilet portable untuk Desa Kedungbanteng dan Banjar Asri,” papar Sabino dalam nada prihatin.
Ia menyebut, dua desa lain di Tanggulangin, yakni Kalidawir dan Banjarpanji, relatif lebih aman karena sebagian besar rumah warganya telah ditinggikan sejak beberapa tahun lalu.
Di antara bantuan yang datang, perahu karet menjadi yang paling terasa manfaatnya. Bukan hanya sebagai alat transportasi, tetapi juga sebagai penghubung kehidupan yang hampir terputus. Jalan yang berubah menjadi sungai membuat aktivitas sehari-hari tak lagi sederhana.
Meski tengah libur panjang, para guru SMPN 2 Tanggulangin tetap menjalankan piket sesuai instruksi Dinas Pendidikan. Mereka harus melewati jalan licin yang tertutup air dan lumpur. Setiap langkah menyimpan risiko.
“Sudah banyak yang jatuh. Ada yang terpeleset, ada yang terjatuh dari motor. Jalannya licin sekali,” tutur Kepala SMPN 2 Tanggulangin, Supriyanto, usai turun dari perahu karet bantuan BPBD.
Walau ruang kelas kosong, roda layanan pendidikan tetap berputar. Administrasi sekolah harus berjalan, dan itu berarti para guru tetap harus datang. Di situlah perahu karet menjadi penyelamat. “Dengan perahu ini, kami bisa sampai ke sekolah tanpa rasa takut jatuh lagi. Setidaknya kami merasa lebih aman,” lanjutnya sambil melepas senyum kecilnya.
Perahu yang sama juga menjadi tumpuan anak-anak dari dua desa terdampak untuk berangkat mengaji setiap sore. Biasanya mereka berjalan berkelompok menyusuri jalanan berlumpur. Kini, meski harus menunggu giliran naik perahu, mereka bisa menempuh perjalanan dengan lebih selamat.
Bagi warga, bantuan yang datang bukan sekadar toilet atau perahu. Ia adalah penguat di tengah lelah menghadapi air yang tak kunjung surut. Sebuah tanda bahwa mereka tidak sendirian. Dan di balik genangan yang masih bertahan, terselip harapan sederhana yakni semoga suatu hari nanti, banjir tak lagi menjadi cerita yang harus diulang setiap tahun. (anto)



























