Romo FX Mudji Sutrisno, imam Katolik yang juga seniman dan budayawan.

bongkah.id — Malam Minggu itu, kabar duka perlahan menyebar dari lorong-lorong gereja, ruang kelas filsafat, hingga komunitas seni dan kebudayaan. Romo FX Mudji Sutrisno, SJ, seorang imam Katolik yang sepanjang hidupnya merawat dialog antara iman, seni, dan kemanusiaan, berpulang pada Minggu (28/12/2025) malam di RS Carolus, Jakarta. Ia wafat dalam usia 71 tahun, setelah berjuang melawan sakit.

“Telah meninggal dunia saudara kita, P. Franciscus Xaverius Mudji Sutrisno, SJ, pada hari Minggu, 28 Desember 2025, pukul 20.43 WIB,” demikian kabar tertulis yang beredar keesokan harinya. Berita itu sederhana, tetapi kehilangan yang ditinggalkannya terasa luas, melampaui tembok gereja dan ruang akademik.

ads

Romo Mudji bukan hanya seorang rohaniwan. Ia adalah pemikir lintas batas: filsuf, budayawan, dosen, penyair, sekaligus pelukis. Di tangannya, iman tidak berhenti sebagai dogma, tetapi berdialog dengan kebudayaan, sejarah, dan realitas sosial Indonesia. Melalui esai-esai budaya, puisi, lukisan, dan refleksi spiritualnya, Romo Mudji mengajak banyak orang untuk melihat manusia secara utuh dengan kegelisahan, harapan, dan tanggung jawab kebangsaan.

Dari Kampung Guru ke Jalan Imamat

Lahir di Surakarta pada 12 Agustus 1954, Fransiskus Xaverius Mudji Sutrisno tumbuh di lingkungan perumahan guru. Ayahnya, seorang pendidik, menanamkan nasionalisme bukan lewat ceramah, melainkan pengalaman menonton wayang, mengikuti lomba tujuhbelasan, dan merayakan kebersamaan sebagai bangsa. Nilai-nilai itu kelak menjadi fondasi kuat dalam cara Romo Mudji memandang Indonesia.

Panggilan imamatnya tumbuh sejak kecil, saat ia menjadi putra altar di SD Pangudi Luhur. Dari altar gereja, ia melihat bagaimana seorang romo menyapa semua orang tanpa sekat usia dari anak-anak hingga lansia. Lingkungan keluarga pun memberi teladan, yakni pamannya adalah imam, dan beberapa kerabat menempuh jalan seminari.

Perjalanannya membawanya ke Seminari Menengah Mertoyudan untuk jenjang SMP dan SMA. Di sanalah bakatnya menemukan ruang. Ia memilih melukis dan menulis, dua ekspresi yang kelak melekat kuat dalam identitas pelayanannya. Dari sekian anggota keluarga yang sempat masuk seminari, hanya Romo Mudji yang akhirnya melanjutkan hingga tahbisan imamat.

Imam yang Melukis dan Menulis

Selepas SMA, Romo Mudji bergabung dengan Serikat Yesus (SJ), ordo yang dikenal menekankan pendidikan dan refleksi kritis. Ia melanjutkan studi hingga meraih gelar MA dan PhD di Universitas Gregoriana, Roma, pada 1986, serta mengikuti Summer Course Religion and Art di Sophia University, Tokyo, pada 1990.

Ilmu yang diperolehnya tidak disimpan di menara gading. Ia mengabdi sebagai dosen filsafat di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara dan Pascasarjana Universitas Indonesia. Di ruang kelas, ia dikenal sebagai pengajar yang mengajak mahasiswa berpikir, bukan sekadar menghafal.

Di luar kampus dan gereja, Romo Mudji hadir sebagai seniman. Melalui lukisan dan tulisan, ia menyuarakan kegelisahan tentang kemanusiaan, kebangsaan, dan masa depan Indonesia. Puluhan buku telah ia hasilkan. Karya-karya yang lahir dari perjumpaan langsung dengan realitas sosial, bukan dari jarak yang dingin.

Melampaui Tembok Gereja

Pendekatan pelayanan Romo Mudji kerap dianggap “berbeda”. Saat banyak imam berkutat pada urusan internal gereja, ia justru aktif menyelami dunia seni, kebudayaan, dan isu kebangsaan. Baginya, pelayanan tidak dibatasi oleh mimbar atau sakristi, melainkan hadir di ruang-ruang dialog publik.

Kedekatannya dengan Abdurrahman Wahid atau Gus Dur menjadi salah satu penanda sikap lintas iman dan kebangsaannya. Keduanya dipersatukan oleh kegelisahan yang sama yakni bagaimana merawat kemanusiaan dan kebhinekaan Indonesia.

Jalan Pulang

Jenazah Romo FX Mudji Sutrisno akan disemayamkan di Canisius Chapel. Misa Requiem dijadwalkan berlangsung pada 29 dan 30 Desember 2025 pukul 19.00 WIB di Kapel Kolese Kanisius, Jakarta. Pada 30 Desember malam, jenazah akan diberangkatkan menuju Girisonta, dan prosesi pemakaman dilaksanakan pada 31 Desember 2025 di Taman Maria Ratu Damai, Ungaran, Jawa Tengah.

Kepergiannya menutup satu perjalanan, tetapi pemikiran dan karya-karyanya akan terus hidup di buku, lukisan, ruang kelas, dan ingatan banyak orang yang pernah disentuh oleh cara berpikirnya yang jujur dan manusiawi. Romo Mudji telah berpulang, namun dialog yang ia bangun antara iman, budaya, dan kemanusiaan akan terus berlanjut. (anto)

5

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini