bongkah.id – Di usia 80 tahun, Elina Widjajanti harus mengalami peristiwa yang tak seharusnya dialami seorang lansia. Ia dipaksa keluar dari rumahnya di Dukuh Kuwukan, Surabaya, lalu menyaksikan tempat tinggal yang telah ia huni selama belasan tahun diratakan dengan alat berat.
Peristiwa pengusiran paksa itu menggugah keprihatinan Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai, untuk bergerak. Dalam keterangan tertulis, Sabtu (27/12/2025), Natalius meminta aparat penegak hukum (APH) memberikan perlindungan kepada Elina.
Menteri Natalius menegaskan bahwa tindakan tersebut merupakan pelanggaran hukum dan hak asasi manusia.
Apalagi pengusiran itu tanpa putusan pengadilan oleh sekelompok orang dan memaksa Elina beserta keluarganya meninggalkan tempat tinggal mereka di Dukuh Kuwukan No.27 RT 005 RW 006, Kelurahan Lontar, Surabaya, Jawa Timur, pada 6 Agustus 2025.
“Apa pun yang melatarbelakangi peristiwa ini, tidak seharusnya seorang nenek diperlakukan dengan cara-cara kasar. Tindakan pengusiran paksa merupakan pelanggaran hukum dan HAM,” ujar Natalius.
Ia juga mengapresiasi langkah Wakil Wali Kota Surabaya, Armuji, yang memberikan pembelaan terhadap Elina dalam kasus yang sempat viral di media sosial tersebut.
Dipaksa Keluar dari Rumah
Kuasa hukum Elina, Wellem Mintaraja, menyatakan kliennya telah menempati rumah tersebut secara tetap sejak 2011. Namun pada 6 Agustus 2025, sekitar 20 hingga 30 orang diduga mendatangi rumah itu dan melakukan pengusiran secara paksa.
Menurut Wellem, Elina yang menolak keluar rumah ditarik dan diangkat oleh empat hingga lima orang. Saat kejadian, di dalam rumah juga terdapat balita berusia lima tahun, bayi berusia 1,5 bulan, serta ibu dan lansia lainnya.
“Ini jelas merupakan eksekusi tanpa adanya putusan pengadilan,” kata Wellem.
Akibat tindakan tersebut, Elina mengalami luka pada bagian wajah, bibir, dan lengan. Ia mengaku hidung dan bibirnya sempat berdarah serta wajahnya memar akibat perlakuan kasar yang diterimanya.
Rumah Dibongkar, Barang Hilang
Tidak lama setelah pengusiran, rumah Elina dipalang agar tidak bisa dimasuki kembali. Alat berat kemudian digunakan untuk membongkar bangunan tersebut hingga rata dengan tanah.
Selain kehilangan rumah, Elina juga kehilangan seluruh barang miliknya. Sejumlah dokumen penting, termasuk sertifikat tanah dan ijazah anggota keluarga, dilaporkan hilang dan hingga kini belum diketahui keberadaannya.
“Barang-barang pribadi korban ikut diangkut. Dokumen penting seperti sertifikat dan ijazah juga hilang,” ujar Wellem.
Dilaporkan ke Polda Jatim
Kasus ini telah dilaporkan ke Polda Jawa Timur dengan nomor laporan LP/B/1546/X/2025/SPKT/POLDA JAWA TIMUR pada 29 Oktober 2025. Tim kuasa hukum melaporkan para terduga pelaku dengan Pasal 170 KUHP terkait pengeroyokan dan perusakan secara bersama-sama. Selain itu, pihaknya berencana melaporkan dugaan pencurian dokumen serta dugaan masuk ke pekarangan orang tanpa izin.
Peristiwa ini menuai kecaman dari Pemerintah Kota Surabaya dan kini tengah ditangani aparat kepolisian. Bagi Elina, kasus ini bukan sekadar sengketa hukum, melainkan kehilangan rumah dan rasa aman di penghujung usia. (anto)



























