Bongkah.id – Kantor Pengadilan Negeri (PN) Surabaya digeruduk ratusan massa aksi yang tergabung dari berbagai lembaga bantuan hukum (LBH) dan buruh FSPMI, Senin (29/7/2024).
Dengan membawa sejumlah poster para massa itu mendatangi untuk menuntut keadilan bagi Dini Sera Afrianto yang diduga dianiaya hingga meninggal dunia. Pasalnya, terdakwa Gregorius Ronald Tannur ini di jatuhi vonis oleh hakim Pengadilan Negeri Surabaya.
Usai berorasi selama 30 menit, mereka melakukan aksi tabur bunga sebagai tanda matinya keadilan. Poster yang dibawa massa itu bertuliskan #JusticeforDiniSera.
“Jadi, demo hari ini atas kesadaran menuntut keadilan yang ada di Kota Surabaya telah mati. Karena apa, seorang anak DPR yang dituntut dan didakwakan tiga pasal berlapis itu dibebaskan seorang hakim yg bernama Erintuah Damanik ada di PN Surabaya,” kata Tim kuasa hukum korban dan perwakilan Biro Bantuan Hukum Damar Indonesia (BBH DI) Muhamad Sobur.
Selain menaburkan bunga, ada aksi penggalangan koin. Hal itu dilakukan lantaran pihaknya menduga adanya indikasi permainan atas kasus tersebut. Koin hasil penggalangan diharapkan bisa merubah putusan hakim.
“Kami menganggap ada indikasi permainan di dalam. Jadi, kami sebagai orang kecil, orang bawah, korban juga, kami melakukan penggalangan dana karena tidak punya uang dolar tidak punya real, kami punyanya uang koin siapa tahu bisa mengubah hati nurani seorang hakim yang memutus perkara ini,” tuturnya.
Indikasi dugaan permainan itu terlihat karena semua barang bukti yang dipersidangkan dikesampingkan oleh majelis hakim.
“Termasuk visum tidak dipertimbangkan, korban dinilai mati karena alkohol, padahal di visum jelas sebab kematian karena luka robek pada organ hati akibat kekerasan benda tumpul sehingga terjadi pendarahan hebat. Akan tetapi hakim menyatakan tidak ada saksi yang menyatakan sebab kematiannya,” ucapnya.
Menurutnya, pertimbangan hakim soal tidak adanya saksi yang melihat penganiayaan itu sangat konyol.
“Hakim malah memutus bebas dengan alasan tidak ada yg melihat, pelaku menolong, berbagai macam fakta terbalik lah menurut saya. Itu sangat konyol karena adanya rekonstruksi perkara berarti tidak mempertimbangkan,” jelas Sobur. (addy)