bongkah.id – Dunia perbankan menjadi korban serangan pandemi Covid-19 paling menghawatirkan. Tidak hanya putaran uang menjadi kacau. Kualitas neraca pun tidak sehat secara ekonomi. Karena itu, berbagai kiat dilakukan dunia perbankan. Salah satunya dengan melakukan hapus buku dan hapus tagih piutang (write off) terhadap kredit, yang sudah terkategori macet dalam jangka waktu lama.
Sebagaimana diketahui, penghapusan buku biasanya dilakukan perbankan demi menjaga rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL). Jika kredit bermasalah dihapus dari neraca keuangan, otomatis NPL akan turun.
Kebijakan itu sudah dilakukan sejumlah bank di Indonesia. Diantaranya PT Bank CIMB Niaga Tbk. dan PT BCA Tbk. Keduanya telah melakukannya pada semester pertama tahun 2020.
Keputusan penghapusan buku juga dilakukan PT Bank CIMB Niaga Tbk. Menurut Direktur Consumer Banking Lani Darmawan, sudah rutin dilakukan untuk kredit yang tergolong macet dalam jangka waktu cukup lama.
“Untuk pinjaman ritel, hapus buku dilakukan rutin. Disesuaikan dengan penuaan dari pinjaman macet, seperti kartu kredit dan kredit tanpa agunan. Otomatis sifatnya,” katanyi saat dihubungi, Selasa (28/7/2020).
Dikatakan, pandemi virus corona tak mengubah kebijakan perusahaan dalam menekan kredit bermasalah (non performing loan/NPL). Namun, dia tak mengungkapkan pasti berapa penghapusan buku yang dilakukan perusahaan pada semester I 2020.
Untuk diketahui, CIMB Niaga mencatatkan laba bersih sebesar Rp1,1 triliun pada kuartal I tahun 2020. Realisasi itu naik 11,8 persen dibandingkan periode sama tahun lalu. Namun, penyaluran kredit tumbuh tipis hanya 3,3 persen. Menjadi Rp194,3 triliun. Peningkatan kredit ditopang oleh kredit di segmen bisnis consumer banking.
Sementara Direktur Keuangan PT BCA Tbk, Vera Eve Lim mengatakan, skema penghapusan utang selama pandemi virus corona, tidak ada perubahan. Sebab perusahaan telah melakukan penghapusan buku sebesar Rp1 triliun sepanjang semester I ahun 2020.
“Standar hapus buku yang kami lakukan tidak ada perubahan. Sama dengan yang sebelumnya. Hapus buku dilakukan untuk kredit yang sudah lama proses penagihannya,” ujar Vera dalam video conference, Senin (27/7/2020).
Namun, Vera tak menyebut secara lebih rinci kredit jenis apa saja yang dilakukan penghapusan buku. Hal yang pasti, jumlahnya sejauh ini hampir sama dengan tahun-tahun sebelumnya.
“Sampai semester I 2020 hapus buku yang kami lakukan tidak jauh beda dengan tahun lalu sebesar Rp1 triliun,” tambahnya.
Keputusan penghapusan buku dilakukan, menurutnyi, seiring dengan kenaikan kredit bermasalah (NPL) di BCA. Perusahaan mencatatkan NPL sebesar 2,1 persen per Juni 2020. jumlah itu naik signifikan dibandingkan dengan Juni 2019 yang sebesar 1,4 persen.
Sementara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerangkan, hapus buku kredit adalah penghapusan pinjaman macet yang tidak dapat ditagih lagi dari neraca (on-balance sheet). Nilai yang dihapuskan dicatat pada rekening administratif (off-balance sheet). Artinya, meskipun pinjaman macet tersebut telah dihapusbukukan, tapi sifatnya bersifat administratif. Penagihan terhadap debitur tetap dilakukan.
Tujuan hapus buku kredit, menurut OJK, untuk memperbaiki kualitas neraca perkreditan bank. Pasalnya, bank dapat mengeluarkan pencatatan sejumlah hal dari neraca bank, diantaranya angka piutang kredit yang tidak menghasilkan, tunggakan pokok kredit, bunga, dan denda.
Dampaknya, tingkat NPL menurun. Status ini meningkatkan nilai kesehatan bank. Selain itu, bank bisa lebih fokus mengembangkan produk dan ekspansi bisnis tanpa harus terhambat kredit bermasalah. (ima)