bongkah.id – Sebuah laporan tentang pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) oleh Korea Utara yang “sistematis, luas, dan berat” diungkap Badan HAM PBB. Fakta itu didapat dari wawancara terhadap 100 wanita pembelot Korut. Pelanggaran HAM yang terjadi sangat beragam. Selain ditelanjangi secara paksa. Pembelot gagal itu juga diperkosa bergiliran. Mereka yang hamil dilakukan aborsi paksa, dengan cara dihajar perutnya hingga pendarahan berat.
Semua kekejaman tidak manusiawi itu diungkap Badan HAM PBB, Selasa (28/7/2020) waktu setempat, setelah mendapat laporan dari aktifis HAM Daniel Collinge. Pelaku pelanggaran HAM yang menimpa para wanita yang gagal membelot itu, dilakukan pejabat keamanan negara dan polisi. Proses penyiksaan dilakukan, setelah para wanita tersebut tertangkap.
“Wanita-wanita itu menjadi subjek yang mengharuskan mereka telanjang, berjongkok dan melompat berulang kali. Proses penyiksaan itu untuk memeriksa barang-barang tersembunyi di rongga tubuh,” kata Collinge kepada wartawan di Seoul seperti dikutip dari AFP.
Sementara 100 pembelot wanita Korut yang diwawancarai Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia di Seoul itu mengaku, mereka mengalami kekerasan seksual termasuk diperkosa, ditelanjangi paksa dan aborsi. Nasib pahit itu dialami, setelah mereka kembali tertangkap dan dipulangkan dari usahanya melarikan diri.
Tak hanya itu, hak-hak perempuan untuk reproduksi juga mengalami pelanggaran. Mereka diaborsi paksa di pusat-pusat penahanan. Beberapa orang yang diwawancarai menyebut, aborsi dilakukan secara medis atau diinduksi melalui pemukulan parah.
“Ada dua wanita hamil mengalami siksaan itu. Mereka hamil tiga dan lima bulan. Mereka ditendangi pada perutnya, sehingga kehilangan bayi saat meninggalkan fasilitas penahanan,” kata seorang wanita sambil berderai air mata.
Kabar perkosaan oleh penjaga ini sudah tersebar luas, kata laporan itu, tetapi hanya sedikit yang membicarakannya. Takut dihukum, juga kelaparan.
Sebagaimana informasi yang bukan rahasia lagi. Pemerintah Korut memiliki kebijakan membatasi pergerakan warganya. Mereka yang melintasi perbatasan secara ilegal akan ditangkap dan dipenjara. Tanpa proses hukum. Tuduhan yang dijatuhkan pun hampir semuanya beraroma terkait kegiatan mata-mata. Dengan tuduhan tersebut, maka pemerintah memiliki hak penuh melakukan proses penahan.
Namun, sebelum Korut mengunci perbatasan untuk mencegah penyebaran virus corona. Sebenanrnya banyak warga yang bepergian melintasi perbatasan dengan China. Untuk berdagang atau pindah. Sebagian besar pelintas adalah perempuan. Mereka memiliki lebih banyak kebebasan bergerak daripada laki-laki.
Sementara Pyongyang menanggapi fakta yang diungkao Badan HAM PBB itu, sebagai penjelasan yang memutarbalikkan fakta. Tuduhan pelanggaran HAM tersebut merupakan propaganda anti-rezim. Sebuah kebijakan yang dilakukan pemerintah adalah melindungi HAM rakyat Korut. Proses hukum terhadap para pembelot Korut, merupakan protap pemerintahan untuk menghalangi kegiatan mata-mata yang dilakukan pihak asing terhadap Korut. Mayoritas pembelot Korut terindikasi sebagai mata-mata asing. (rim)