Bongkah.id – Terbongkar gudang penimbunan gula Jawa Timur, Malang dan Lamongan, yang membuat tingginya harga gula di pasar eceran, sekitar Rp18 ribu hingga Rp22 di Manokwari, Papua, membuat Menteri Perdagangan Agus Suparmanto kian yakin masih banyaknya sindikat “Mafia Gula” itu yang belum terbongkar.
Karena itu, mantan Ketua Umum PB Ikatan Anggar Seluruh Indonesia (IKASI) ini meminta masyarakat umum membantu pemberantasan para mafia gula ini. Saat menemukan produsen, distributor, dan pedagang yang menjual gula dengan harga terlalu mahal. Demikian pula yang melakukan penimbunan gula, masyarakat diharapkan bersedia melaporkan ke hotline siaga kementerian.
Cukup mengirimkan nama pelaku dan alamat operasional kenakalan dalam mempermainkan harga gula ke nomor Whatsapp 0851-111-1010. Dibutuhkannya nama dan alamat jelas itu, agar saat dilakukan penggrebekan tidak salah tangkap dan salah alamat, yang membuat pelaku aslinya berkesempatan melarikan diri.
“Kementerian Perdagangan dan Satgas Pangan akan menindak tegas semua pelaku usaha, produsen, distributor dan pedagang yang nakal tersebut. Kami tidak peduli siapa beking mereka. Mengacaukan kebutuhan sembako adalah tindakan kriminal dan harus dihukum,” kata Agus sebagaimana tersurat dalam rilis yang diterima bongkah.id, Kamis (28/05/2020) sore.
Selain pelaku nakal, menurut dia, ada dua faktor lain yang membuat harga gula naik pada beberapa waktu terakhir. Pertama, terganggunya distribusi pasokan di tengah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) akibat pandemi virus corona atau Covid-19. Selain itu, rantai distribusi yang panjang dari produsen hingga tangan konsumen. Atas berbagai hal ini, pemerintah berusaha mempercepat alur distribusi.
Caranya, mengutamakan penyerapan pasokan gula dari petani tebu rakyat. Selanjutnya, hasil produksi diserap dan diolah oleh BUMN dan perusahaan swasta, untuk menjadi Gula Kristal Putih (GKP).
Nantinya, pemerintah meminta produsen dan distributor memutus mata rantai distribusi yang terlalu panjang, sehingga gula tersebut bisa langsung ke pedagang pasar dan ritel modern. Selain itu, produsen yang mendapat penugasan mengolah gula mentah menjadi GKP, diharuskan menjual gula ke distributor dengan harga maksimal Rp11.200 per kilogram (kg).
“Sehingga harga gula bisa disalurkan kepada ritel modern dan pasar rakyat sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET),” ujarnya.
Kemudian, pemerintah juga meminta produsen melakukan penyaluran gula langsung ke pasar, baik ke pedagang dan konsumen dengan melibatkan tim monitoring Kementerian Perdagangan dan Satgas Pangan dengan harga sesuai HET, sebesar Rp12.500 per kg. Selanjutnya, pemerintah turut mengadakan operasi pasar untuk menjual gula sesuai HET melalui kerja sama dengan distributor gula.
Tak hanya itu, pemerintah akan memperketat pengawasan dan penindakan terhadap oknum-oknum nakal. Hasil pengawasan teranyar menemukan ada distributor yang menjual gula seharga Rp13 ribu per kg di Kota Malang, Jawa Timur.
“Kemendag telah menyelidiki lebih lanjut temuan ini sebelum dijatuhkan sanksi pencabutan izin usaha dan dibawa ke ranah hukum oleh Satgas Pangan,” katanya.
AMANKAN STOK
Sedangkan untuk merespons harga gula yang melonjak, Mendag Agus Suparmanto membuat lima ketetapan yang siap dilakukan Kemendag. Di antaranya, mengalihkan gula kristal mentah untuk gula rafinasi menjadi gula konsumsi sebesar 250 ribu ton. Dilakukan distribusi sebesar 175.335 ton langsung ke ritel modern, dan sisanya disalurkan langsung ke distributor dan pedagang,
Dua, meminta produsen dan distributor bersama memutus mara rantai distribusi, sehingga gula langsung sampai ke pedagang pasar dan ritel modern. Produsen diharuskan menurunkan harga jual maksimal sebesar Rp11.200/kg, agar mencapai HET.
Tiga, meminta produsen menyalurkan gula langsung ke pedagang di pasar rakyat. Selain itu, menjual gula curah tanpa kemasan di ritel modern, serta monitoring harga lapangan oleh Kemendag dan Satgas Pangan.
Langkah keempat, melakukan operasi pasar gula bekerja sama dengan produsen dan distributor untuk menyalurkan gula secara langsung dengan HET Rp.12.500/kg. Operasi pasar akan berjalan serentak di 34 provinsi mulai minggu ketiga bulan Mei 2020 dan dilakukan setiap hari.
Langkah terakhir Kemendag bersama Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga dan Satgas Pangan, terus melakukan perburuan dan tindakan tegas terhadap para pelaku penyimpangan distribusi gula.
“Kementerian Perdagangan akan terus melakukan pemantauan dan pengawasan bekerjasama dengan pemerintah daerah dan asosiasi terhadap waktu pemasukan gula kristal mentah, proses produksi dan distribusi oleh pabrik gula yang mendapatkan penugasan pengalihan dari produsen gula rafinasi menjadi gula konsumsi dan persetujuan impor sehingga dapat mejamin ketersediaan pasokan dan stabilisasi harga gula nasional,” katanya.
Sementara untuk menghadapi prediksi menipisnya stok gula pada awal tahun ini. Kemendag yang telah membuka kran impor kepada empat perusahaan sebesar 160.440 ton pada November 2019 lalu, direncanakan melanjutkan kebijakan tersebut, sebagai salah satu cara mengamankan stok agar tidak terjadi lonjakan harga gula di pasaran.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Indrasari Wisnu Wardhana mengatakan, sebagai lanjutan antisipasi, Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) melalui anak perusahaan PT Gendhis Multi Manis (GMM) mendapat perintah impor (PI) pada 29 November 2019 dan 13 April 2020. Jumlah total impor gula sebesar 64.750 ton.
“Perum Bulog sendiri telah diberi tugas melakukan importasi GKP sebesar 50 ribu ton pada 7 April 2020. Bulog juga mendapatkan persetujuan pengalihan gula dari PT Sumber Mutiara Indah Perdana (SMIP) sebesar 20 ribu ton pada 13 Maret 2020. Dengan demikian secara keseluruhan Perum Bulog mendapat sebesar 134.750 ton dan telah direalisasikan sebesar 75.350 ton,” kata Wisnu.
Sedangkan penyebab kurangnya pasokan gula kristal putih saat ini, menurut dia, ada tiga macam. Yaitu produksi pada 2019 yang tak sesuai perkiraan. Hasil produksi yang seharusnya cukup sampai Maret 2020, ternyata sudah habis pada Februari 2020. Kedua, pergeseran musim giling tebu dari bulan April ke akhir Juni, yang disertai perubahan iklim.
Sementara yang terakhir atau ketiga, realisasi impor yang tak maksimal. Ini sebagai dampak dari pandemi Covid-19 yang juga menyerang negara asal impor seperti India, Thailand, dan Australia.
Negara-negara itu menerapkan kebijakan lockdown dalam menekan penyebaran corona, sehingga berakibat terhambatnya logistik dan transportasi kapal pengangkut. Demikian pula terjadinya pengalihan negara asal impor ke negara lain, yang dilakukan importir seperti ke Brazil dan beberapa negara di Afrika. Konsekuensi kebijakan itu membuat waktu tempuh importasi lebih lama.
“Hal-hal itu menyebabkan pergeseran pemasukan impor gula kristal mentah sebagai bahan baku gula kristal putih. Dari perkiraan bulan Maret dan April menjadi April sampai Juni 2020 secara bertahap,” ujarnya. (ima)