“Dalam Perwali 33 Tahun 2020 itu ada ketentuan melarang pembukaan atau operasional tempat hiburan malam seperti diskotik, karaoke, panti pijat, bar, dan spa. Juga sanksi buat yang melanggarnya. Artinya sanksi pencabutan izin usaha itu ada payung hukumnya,” kata Kepala Bagian Humas Pemkot Surabaya Febriadhitya Prajatara di ruang kerjanya, Senin (28/9/2020).
Fakta yang terjadi di lapangan, menurut dia, sejumlah tempat hiburan malam masih ada yang beroperasi. Karena itu, tim langsung menutup. Membubarkan dan memberikan peringatan kepada tempat hiburan malam itu.
Ironisnya peringatan dari Pemkot Surabaya, tambahnya, ternyata tak membuat mereka disiplin. Mereka tetap beroperasi, sehingga dibubarkan lagi. Pun diberi peringatan kedua dengan tanda silang pelanggaran dari Satpol PP.
“Peringatan kedua itu, ternyata tak membuat mereka jera. Mereka bandel dan tetap beroperasi. Atas rekomendasi dari tim pengawasan termasuk dari TNI/Polri untuk dilakukan pencabutan izin,” ujarnya.
Berdasarkan rekomendasi dari tim pengawasan itu, diakui, Disbudpar Pemkot Surabaya mencabut tanda daftar usaha pariwisatanya. Secara otomatis membuat surat izinnya tercabut. Dengan status tersebut, maka para pelanggar Pilwali Nomor 33 tahun 2020 itu tidak dapat beroperasi.
Saat izin mereka dicabut, ditegaskan Febri, belum ada ketentuan batas waktu penutupannya. Tempat hiburan itu dapat beroperasi lagi, jika pemilik usaha mengurus izin usahanya lagi dari awal.
Proses sosialisasi Perwali 33 ini, dikatakan, sudah lama dan terus dilakukan oleh jajaran Pemkot Surabaya bersama jajaran samping. Setelah proses sosialisasi, maka sudah waktunya tahap pemberian sanksi. Karena itu, penegakan sanksi tegas diberlakukan tanpa terkecuali.
“Bahkan sebenarnya, kalau mengacu kepada Perwali 33, bisa saja langsung menegakkan sanksi tegas berupa pencabutan izin. Namun, Pemkot masih melakukan langkah-langkah preventif. Setelah terbukti peringatan kami tidak dihiraukan, maka dilakukan pencabutan tanda daftar usaha pariwisatanya,” katanya.
Febri memastikan, tim pengawasan bersama jajaran TNI/Polri akan terus melakukan pengawasan kepada RHU itu. Bahkan, setiap hari tim pengawasan ini terus keliling untuk memastikan tidak ada pelanggaran Perwali. Demikian pula pelanggaran protokol kesehatan di tengah pandemi Covid-19 ini.
Empat RHU yang dicabut izinnya akibat melanggar perwali Nomor 33 Tahun 2020 itu adalah adalah Karaoke De Berry di di Jl. Banyu Urip No. 246, Sawahan; Queen Karaoke di Jalan Raya Manyar No. 53, Menur Pumpungan; Escobar Night Club di Jalan Jl. Ngaglik No.17-7, RT.014/RW.05, Kapasari, Kec. Genteng; dan Kimochi Japanse Massage di Jl. Manyar Kertoarjo IV No.7-11, Mojo, Kec. Gubeng.
Sedangkan Karaoke Royal KTV di Kompleks Go Skate Jl Embong Malang, yang juga melakukan pelanggaran protokol kesehatan. Pun digrebek dalam waktu sama dengan penggrebekan Karaoke De Berry, ternyata izinnya tidak dicabut. Menurut Febri, pada saat ini pemkot tengah melakukan pendataan terhadap pelanggaran Royal KTV dalam melanggar Perwali 33 Tahun 2020. Sebab pencabutan izin yang terjadi saat ini terkait dengan pelanggaran perwali tersebut. Bukan pelanggaran lainnya.
“Tetap akan kami lakukan pendataan lebih detail, terutama yang sudah beberapa kali sudah diberi peringatan oleh Pemkot Surabaya yang tidak sesuai Perwali Nomor 33 Tahun 2020 itu,” katanya.
Sementara data yang didapat bongkah.id dari sumber di Pemkot Surabaya, tercatat Royal KTV sudah mengalami penggerebekan sebanyak tiga kali selama masa pandemi dan diberlakukannya PSBB di Surabaya. Yakni bulan Juli 2020, Agustus 2020, dan September 2020. Artinya Royal KTV sudah melakukan pelanggaran Pilwali Nomor 33 Tahun sebanyak tiga kali. Seharusnya izinnya juga dicabut, seperti nasib pahit empat RHU lainnya.
Pada kesempatan berbeda Ketua Hipherhu (Himpunan Pengusaha Rekreasi dan Hiburan Umum) Surabaya George Handiwiyanto menilai, penutupan beberapa tempat karaoke dan panti pijat di Surabaya itu sangat berlebihan. Apalagi sampai pencabutan izin usaha.
“Seharusnya jangan langsung ditutup atau dicabut gitu lah. Secara bertahap, minimal diberi teguran pertama atau peringatan. Namun jika mereka terus melanggar dan tidak mengindahkan, barulah sanksi tegas diberikan, sampai penutupan usaha,” kata pria yang juga seorang advokat ini. (rim)