Bongkah.id – Cakupan imunisasi merosot signifikan dalam dua tahun terakhir. Bahkan tercatat sebanyak 1,7 juta bayi belum memperoleh imunisasi dasar sepanjang periode 2019-2021.
Catatan tersebut merujuk data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI. Turunnya jumlah bayi yang memperoleh vaksin kekebalan tubuh berdampak pada peningkatan jumlah kasus penyakit yang seharusnya bisa dicegah lewat imunisasi atau PD3I.
Menurut Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Maxi Rein Rondonuwu menuturkan, kondisi itu juga menyebabkan munculnya kejadian luar biasa (KLB) di sejumlah wilayah. Antara lain penyakit campak, rubela dan difteri yang bisa berkembang menjadi komplikasi apabila seseorang tidak pernah mendapat imunisasi lengkap.
“Bila kekurangan cakupan imunisasi ini tidak dikejar maka akan terjadi peningkatan kasus yang akan menjadi beban ganda di tengah pandemi,” kata Maxi dalam konferensi pers virtual, Selasa (28/6/2022).
Padh tahun 2020 pemerintah menargetkan imunisasi dapat terlaksana hingga 92%. Namun realisasinya, hanya terwujud 84%. Sementara pada 2021, target imunisasi hingga 93% hanya tercapai 84%.
Untuk itu, pemerintah berupaya mengejar target cakupan imunisasi yang tak tercapai sebelumnya dengan mengadakan Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN). Program tersebut mencakup dua layanan.
Pertama layanan imunisasi tambahan berupa pemberian satu dosis imunisasi campak dan rubela (tanpa memandang status imunisasi sebelumnya). Kedua, layanan imunisasi kejar yaitu pemberian satu atau lebih jenis imunisasi untuk melengkapi imunisasi dasar maupun lanjutan.
Layanan ini ditujukan untuk anak yang belum menerima dosis vaksin sesuai usianya. Oleh karena itu, cakupan imunisasi harus ditingkatkan untuk menutup kesenjangan tersebut.
“Kita harus ingat kembali bahwa bila kesenjangan imunitas ini tidak segera kita tutup, maka akan terjadi peningkatan kasus dan KLB yang akan menjadi beban ganda di tengah pandemi, kita juga berpotensi gagal mencapai target eliminasi campak rubela pada tahun 2023 dan gagal mempertahankan Indonesia bebas polio yang telah dicapai sejak 2014,” tutur Maxi.
Anggota Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Prof Dr dr Soedjatmiko, SpA(K) menjelaskan, semua bayi dan anak mulai umur 9 bulan harus diberi tambahan satu kali imunisasi Campak Rubella. Meskipun, si anak sudah pernah mendapatkannya.
Selain itu, anak umur satu sampai lima tahun harus mendapat imunisasi polio tetes OPV sedikitnya 4 kali, DPT-HepB-Hib 4 kali, hingga IPV 1 kali.
Adapun pelaksanaannya juga dilakukan dalam dua tahap. Pertama diberikan di seluruh provinsi yang berada di luar Pulau Jawa dan Bali pada Mei 2022.
Imunisasi yang diberikan yaitu untuk campak rubela (usia 9-15 tahun) dan imunisasi kejar untuk usia 12 – 29 bulan yang belum lengkap imunisasi OPV, IPV, dan DPT-HB-Hib.
Pelaksanaan tahap kedua pada Agustus 2022 di provinsi Jawa dan Bali. Imunisasi yang diberikan yaitu campak rubela ditujukan untuk usia 9-59 bulan dan imunisasi kejar untuk usia 12-59 bulan yang tidak lengkap imunisasi OPV, IPV, dan DPT-HB-Hib.
Untuk lokasi tempat penyuntikann vaksin Rubella bisa di lengan kanan maupun kiri. Begitu juga di bagian paha kiri dan kanan untuk vaksin DPT, bahkan bisa ditetes di mulut untuk vaksin OPV.
“Bisa jadi anak datang dia mendapatkan bonus (vaksin) Campak Rubella di lengan kanan atau kiri sama saja. Kemudian dia harus mendapatkan vaksin DPT hepatitis B di paha kiri, paha kanan boleh. Kemudian dapat juga IPV, bahkan ada juga program PCV,” tutur Prof Soedjatmiko. (bid)