Bongkah.id – Fenomena perceraian di Kabupaten Jombang kian mencolok. Hingga Agustus 2025, sebanyak 1.747 akta perceraian sudah diterbitkan Pengadilan Agama Jombang. Di balik angka itu, mayoritas kasus justru dipicu oleh pihak perempuan yang memilih mengakhiri pernikahan.
Humas Pengadilan Agama Jombang, Ulil Uswah, mengungkapkan bahwa faktor ekonomi menjadi penyebab terbesar. “Dari data kami, 70 sampai 80 persen perceraian itu disebabkan oleh faktor ekonomi,” ujarnya, Rabu (27/8/2025).
Masalah dapur yang tak terselesaikan, lanjutnya, kerap berujung pertengkaran. Selain itu, kasus kekerasan dalam rumah tangga juga turut menyumbang angka perceraian, meski tidak sebesar faktor ekonomi.
“Angkanya di kisaran 5–10 persen. Faktor ekonomi tetap menjadi alasan utama, sehingga terjadi pertengkaran,” imbuhnya.
Namun, yang paling menonjol adalah dominasi perempuan sebagai penggugat cerai. Dari seluruh perkara yang sudah diputus, 70 persen merupakan cerai gugat, sedangkan cerai talak yang diajukan pihak laki-laki hanya sekitar 30 persen.
“Dari seluruh akta cerai yang diterbitkan, 70 persennya adalah cerai gugat yang diajukan oleh pihak perempuan. Sementara itu, cerai talak dari pihak laki-laki hanya di angka 30 persen,” tegas Ulil.
Artinya, ribuan perempuan di Jombang kini resmi menyandang status janda baru, sebuah fenomena sosial yang terus berulang setiap tahun. Sebagai perbandingan, sepanjang 2024 tercatat 3.079 kasus perceraian, terdiri dari 2.427 cerai gugat (diajukan istri) dan 652 cerai talak (diajukan suami).
Peta Janda Baru, Kecamatan Jombang Tertinggi
Tak hanya jumlahnya yang besar, sebaran perceraian di Jombang juga memperlihatkan kecenderungan wilayah perkotaan menjadi episentrum janda baru.
“Di Kecamatan Jombang, sudah ada 190 kasus perceraian yang sudah diputus, sedangkan untuk terendah berada di Kecamatan Ngusikan ada 27 kasus yang sudah diputus,” jelas Ulil Uswah.
Data Pengadilan Agama menunjukkan, lima kecamatan dengan kasus perceraian tertinggi adalah:
1. Jombang: 190 kasus
2. Mojowarno: 146 kasus
3. Diwek: 140 kasus
4. Sumobito: 125 kasus
5. Ngoro: 109 kasus
Sedangkan kecamatan dengan angka perceraian menengah meliputi Jogoroto (101 kasus), Mojoagung (99 kasus), Bareng (98 kasus), Kesamben (83 kasus), Gudo (81 kasus), Peterongan (79 kasus), Tembelang (67 kasus), Wonosalam (61 kasus), Bandarkedungmulyo (59 kasus), Perak (59 kasus), dan Megaluh (55 kasus).
Adapun lima kecamatan dengan kasus perceraian terendah adalah:
1. Ngusikan: 27 kasus
2. Ploso: 32 kasus
3. Plandaan: 44 kasus
4. Kabuh: 46 kasus
5. Kudu: 46 kasus
Kecamatan Jombang sendiri menempati posisi puncak dengan 190 kasus, disusul Mojowarno dan Diwek. Artinya, ribuan perempuan di pusat kota dan sekitarnya kini resmi berstatus janda baru.
Fenomena ini menunjukkan bahwa perceraian di Jombang bukan sekadar angka di pengadilan. Di balik statistik itu, ada ribuan keluarga yang runtuh, dan sebagian besar perempuan yang kini menjalani hidup baru sebagai janda. Status yang dulu dianggap tabu, kini justru menjadi wajah nyata dari dinamika sosial di Bumi Santri. (Ima/sip)