Bongkah.id – Malam Satu Suro dalam penanggalan Jawa selalu dianggap sebagai malam sakral yang penuh muatan spiritual. Dalam tradisi kejawen, malam ini merupakan awal Tahun Baru Jawa dan diyakini sebagai waktu terbaik untuk introspeksi diri serta pembersihan batin. Bagi masyarakat yang lahir pada weton Wage, malam Satu Suro memiliki makna khusus sekaligus sejumlah anjuran yang sebaiknya dijalankan.
Secara umum, weton Wage dikenal memiliki karakter sunyi, pendiam, dan peka terhadap energi halus. Karena itu, malam Satu Suro yang dipercaya sebagai waktu terbukanya batas antara alam kasat mata dan gaib, memberi pengaruh besar terhadap pemilik weton ini.
Berikut beberapa hal yang dianjurkan dilakukan oleh weton Wage pada malam Satu Suro:
1. Bersuci dan Berdiam Diri di Rumah Weton Wage dianjurkan tidak keluar rumah selepas maghrib. Malam ini lebih baik diisi dengan mandi bersih (keramas dan berwudu bagi yang Muslim) serta berdiam diri di dalam rumah untuk menghindari energi negatif yang berkeliaran di luar.
2. Melakukan Tirakat dan Doa Pribadi Tirakat ringan seperti puasa sehari sebelumnya (tanggal 30 Besar), mengurangi makan, atau menyendiri tanpa bicara berlebihan menjadi amalan yang sering dilakukan. Berdoa dan berdzikir sesuai kepercayaan masing-masing juga menjadi bagian dari penyucian batin.
3. Merenung dan Introspeksi Malam Satu Suro diyakini sebagai waktu yang tepat untuk mengevaluasi diri. Pemilik weton Wage disarankan memanfaatkan malam ini untuk merenung tentang perjalanan hidup, memperbaiki kesalahan masa lalu, dan menyusun niat baik untuk tahun yang akan datang.
4. Menyalakan Penerangan dan Membakar Wewangian Menurut tradisi, rumah sebaiknya diberi penerangan lembut seperti lampu minyak atau lilin. Weton Wage juga dapat membakar kemenyan atau bunga tujuh rupa sebagai simbol membersihkan aura lingkungan sekitar.
5. Menghindari Konflik dan Perdebatan Karena malam ini memiliki energi halus yang sangat kuat, masyarakat yang lahir di weton Wage dianjurkan untuk menghindari pertengkaran, emosi negatif, dan keputusan besar yang dapat mengundang keruwetan.
Meski tak semua masyarakat Jawa mempercayai mitos dan laku spiritual Satu Suro, banyak yang masih menjalankan tradisi ini sebagai bentuk penghormatan pada budaya dan leluhur. (Ima/sip)