Bongkah.id – Dewan Perwakilan Rakyat mengusulkan agar pemerintah daerah menjadi lokomotif dalam pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2020. Cara ini untuk mengatasi penyerapan anggaran program tersebut yang masih rendah, sekitar 25,1% dari total alokasi sebesar Rp 695,2 triliun.
Anggota Komisi XI DPR RI Kamrussamad menyatakan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati harus berani mengubah strategi guna mempercepat program PEN. Menurutnya, salah satu skenario yang bisa dilakukan adalah mendorong pemerintah daerah sebagai garda depan pelaksanaan program PEN.
“Jadikan pemda sebagai lokomotif utama pelaksanaan PEN mengingat selama dipegang kementerian, lembaga dan BUMN kurang penyerapannya,” kata Kamrussamad saat Rapat Kerja Komisi XI DPR RI dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani membahas program PEN di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (24/8/2020).
Kamrussamad menilai, meski Menkeu telah berhasil menciptakan ruang fiskal yang lebar dalam perubahan postur APBN 2020, tapi menjadi sia-sia jika serapan anggaran tidak optimal. Dikatakan, Pemda bisa menjangkau UMKM, bisa lakukan penetrasi perlindungan sosial, bisa menahan laju penurunan daya beli.
“Pemda ini bisa menjangkau UMKM. Saya kira Menkeu perlu mempertimbangkan hal tersebut,” imbuhnya.
Selain itu, untuk penyaluran dana PEN melalui perbankan, dirinya minta OJK menyajikan dana penerima modal kerja baru, sehingga bisa diketahui berapa persen nasabah lama dan berapa persen nasabah baru penerima dana PEN.
“Karena semua sektor bisnis terdampak dan jika hanya menggunakan data nasabah lama maka harus kita evaluasi,” kata politisi Fraksi Partai Gerindra itu.
Kemudian, untuk sektor kesehatan yang baru terserap sebesar 13,98 persen, ia menyarankan Pemerintah sebaiknya melakukan perubahan skema yaitu memberikan insentif warga yang mengikuti test swab PCR.
“Bukan hanya pasien, tapi seluruh rakyat Indonesia. Sehingga bisa ditentukan demarkasi, mana warga yang bisa beraktifitas ekonomi di luar rumah maupun yang harus Isolasi,” katanya.
Perubahan strategi dalam pemulihan ekonomi nasional ini perlu dipertimbangkan, mengingat hingga kuartal II tahun 2020 ini pertumbuhan ekonomi Indonesia terkontraksi minus 5,3%. Kondisi ini harus disikapi secara serius agar Indonesia tidak masuk dalam jurang resesi ekonomi seperti yang terjadi di sebagian besar negara yang terdampak pandemi Covid-19 cukup berat.
Seperti diketahui, hingga 19 Agustus 2020, realisasi penyerapan dana PEN baru Rp 174,79 triliun atau setara 25,1% daru pagu anggaran. Kemenkeu menyatakan, salah satu faktor yang membuat penyerapan PEN lambat adalah kendala adaptasi pemerintah terhadap pelaksanaan program beranggaran jumbo.
“Jadi, memang perlu adaptasi dengan alokasi sebesar ini, apalagi dalam sejarah Indonesia belum pernah terjadi,” kata Staf Khusus Kementerian Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo via video conference, Selasa (25/8).
Selain anggaran jumbo, adaptasi juga terkait revisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2020 yang terjadi dua kali.
Pertama, saat virus corona merebak, terbit Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2020. Lalu dengan perkembangan akibat Covid-19 terkini, pemerintah gerak cepat kembali merevisi anggaran dan terbitlah Perpres 72 tahun 2020.
“Jadi perubahannya ini sangat cepat.karena memang situasi. Pemerintah belajar menyesuaikan, tetapi kami tetap mencoba untuk cepat dan mengikuti prosedur,” terangnya.
Yustinus juga menyiratkan kalau pandemi ini tidak hanya menggerus kekuatan perekonomian dan kesehatan Indonesia, tetapi juga memberikan pelajaran bagaimana cara mengelola negara dan membangun ekonomi politik yang baru, apalagi di tengah pandemi.
“Jadi ini yang lebih penting. Kita jadi memiliki momentum bagaimana cara mengelola negara dan juga membangun ekonomi politik,” cetusnya. (bid)