Status situs Hagia Sophia sebagai masjid resmi ditetapkan Presiden Turkey Recep Tayyip Erdogan pada Jum’at (10/7/2020). Hari Jumat (24/7/2020) besok akan menjadi tempat Shalat Jumat pertama, setelah 86 tahun berfungsi sebagai museum nasional. Beragam polemik mengiringi kembalinya fungsi masjid itu. Ironisnya semua pendapat negara-negara non-muslim dan komunitas gereja ortodok Rusia serta lainnya, tidak berkiblat pada sejarah. Mereka tidak tahu. Hagia Sophia sebenarnya gereja ortodok yang dibeli Sultan Mehmet II Al-Fatih secara pribadi. Yang diwakafkan sebagai masjid. Fakta itu tersurat dalam dokumen “Tapu Senedi” dengan kalimat “ebulfetih sultan mehmet vakfı”. Artinya pemilik dari properti/tanah tersebut yayasan Sultan Mehmet. Fakta itu yang menjadi dasar Erdogan mengembalikan Hagia Sophia sebagai salah satu masjid nasional di Turki.
by Prima Sp Vardhana/bongkah.id
SELAMA masa kekuasaan Emperium Romawi Timur, Hagia Sophia digunakan sebagai gereja kekaisaran. Tempat para Kaisar dinobatkan. Tempat penobatan berada di tempat yang lantainya ditutup dengan batu warna-warni. Membentuk rancangan sirkular.
Pada masa pendudukan Konstantinopel oleh pasukan Romawi Barat pada Perang Salib Keempat pada tahun 1204-1261, gereja Hagia Sophia dijarah dan dinodai oleh Tentara Salib. Itu sebagaimana dijelaskan sejarawan Bizantium Niketas Choniates. Pada masa pendudukan itu gereja diubah menjadi Katedral Katolik Roma. Kaisar Baldwin I dimahkotai sebagai di Hagia Sophia pada 16 Mei 1204, dengan upacara menggunakan adat Bizantium.
Setelah direbut kembali pada 1261 oleh bangsa Bizantium, gereja Hagia Sophia dalam keadaan bobrok. Pada 1317, Kaisar Andronikus II memerintahkan agar empat penopang baru dibangun di sisi timur dan utara gereja. Pembiayaannya menggunakan warisan dari almarhumah istrinya, Putri Irene. Namun, kubah gereja mengalami keretakan setelah gempa bumi pada Oktober 1344. sementara beberapa bagian bangunan runtuh pada 19 Mei 1346. Alhasil gereja ini ditutup sampai 1354 saat perbaikan dilakukan oleh arsitek-arsiteknya, Astras dan Peralta.
KEPERKASAAN AL-FATIH
Pada hari Jum’at tanggal 23 Maret 1453, Muhammad Al-Fatih atau Fatih Sultan Mehmed II (1451-1481) dari dinasti Usmaniyah berhasil menaklukkan konstantinopel. Menadai berakhirnya masa kekuasan Romawi Timur (Byzantium) di wilayah tersebut. Berganti dengan kekuasaan Islam. Al-Fatih kemudian mengganti nama Kota Konstantinopel menjadi Istanbul. Selain itu, melakukan perbaikan terhadap Hagia Sophia. Selanjutnya menjadikan sebagai masjid dengan nama Masjid Aya Sofya, setelah selama satu milennium berfungsi sebagai gereja.
Bangunan menara kemudian ditambahkan atas rancangan arsitek terbaik masa itu, Mimar Sinan. Pembangunan empat menara di Masjid Hagia Sophia, tidak dilakukan bersamaan. Pada masa Al-Fatih dibangun sebuah menara di bagian selatan. Pada masa Sultan Salim II dibangun sebuah menara di bagian timur laut. Dan pada masa Sultan Murad III, dibangun dua buah menara sekaligus dan diubah bagian-bagian masjid yang masih bercirikan gereja. Termasuk, mengganti tanda salib pada puncak kubah dengan hiasan bulan sabit.
Sebuah bangunan madrasah kemudian dibangun pada sisi utara Hagia Sophia pada masa Al-Fatih. Namun bangunan tersebut dirobohkan pada abad ke-17. Seiring perubahan fungsi menjadi masjid, Hagia Sophia mengalami berbagai perubahan. Tempat Mihrab dan Mimbar ditambahkan untuk menggantikan altar gereja. Juga, ditambahkan Maksurah sebagai tempat khusus bagi Sultan dan kerabatnya melakukan shalat berjamaah. Ditambahkan pula Muezzin Mahfili yang merupakan tempat khusus muazin meneruskan ucapan imam.
Pada masa kekuasaan Sultan Abdülmecid’s (Sultan Abdul Majid 1839-1861), dilakukan renovasi terhadap Masjid Hagia Sophia oleh perusahaan Swiss Fossati brothers. Posisi Hünkâr Mahfili (tempat Sultan melaksanakan sholat) yang sebelumnya berada di mihrab, dibongkar dan dibuatkan baru di depan mihrab sisi kiri. Selain itu, membangun kembali bangunan madrasah yang dirobohkan pada abad ke-17. Lokasi pembangunan di tempat sama. Reruntuhan bangunan madrasah ini ditemukan pada penggalian tahun 1982.
Lampu perunggu yang berada di dua sisi mihrab merupakan hadiah Kanuni Sultan Süleyman (1520-1566) kepada masjid, sekembali melakukan lawatan kenegaraan di Budin. Dua buah kubus dari pualam yang berada di dua sisi pintu masuk utama, berasal dari era (abad ke 3 – 4 sebelum masehi) dibawa khusus dari Bergama. Diserahkan ke masjid sebagai hadiah dari Sultan Murad III (1574-1595).
Kaligrafi besar berdiameter 7,5 hingga 8 meter di masjid merupakan karya kaligrafer Kadıasker Mustafa İzzet Efendi. Karya indah itu dipasang pada beberapa titik struktur bangunan. Masing masing kaligrafi bertuliskan Lafadz Allah, Muhammad, Abu Bakar, Umar, Usman, Ali, Hasan dan Husen. Panel-panel Kaligrafi berbentuk bundar tersebut, merupakan panel kaligrafi berukuran terbesar di dunia Islam.
Dari pengubahan awal bangunan ini menjadi masjid sampai pembangunan Masjid Sultan Ahmed (juga dikenal dengan Masjid Biru) pada 1616, Aya Sofya merupakan masjid utama di Istanbul. Arsitektur Bizantium pada Aya Sofya mengilhami banyak masjid Utsmani, seperti Masjid Biru, Masjid Şehzade (Masjid Pangeran), Masjid Süleymaniye, Masjid Rüstem Pasha, dan Masjid Kılıç Ali Pasha.
Seiring runtuhnya Emperium Usmaniyah dan terbentuknya Republik Turki pada 1 November 1922 dibawah komando Jenderal Mustafa Kemal Pasya, maka Hagia Sophia diali fungsi sebagai musium nasional sejak tanggal 1 Februari 1935, setelah selama 482 tahun berfungsi sebagai masjid. Alihfungsi itu berpayung hukung Dekrit Ataturk 1934. Berdasarkan akta itu Hagia Sophia di daftarkan sebagai “Ayasofya-i Kebir Camii Şerifi mewakili Fatih Sultan Mehmed Foundation for maoseleum, akaret, muvakkithane dan madrasah yang berada di 57 pafta, 57 island dan 7th parcel”.
Sejak saat itu semua aktivitas ke-islaman terhenti di Hagia Sophia. Berganti fungsi sebagai musium. Karpet untuk ibadah shalat dihilangkan, plester dan semua lukisan kaligrafi di dinding dikelupas paksa. Sehingga menampakkan kembali lukisan-lukisan Kristen yang tertutupi selama lima abad.
Upaya mengembalikan fungsinya sebagai masjid, sebenarnya telah dilakukan pemerintahan Turki dibawah pemerintahan Presiden Erdogan sejak tahun 2013. Namun gagasan itu direspon unjuk rasa sebagian orang di Turki. Namun perjuangan mengembalikan Hagia Sofya sebagai masjid tidak berhenti. Misalnya, yang dilakukan pada Mei 2015 saat menggelar acara pameran bertajuk cinta nabi. Saat itu untuk pertama kalinya kembali dilantunkan ayat suci Al-Qur’an di Hagia Sophia.
Pada bulan suci Romadhan tahun 2016, Pemerintah Turki mengeluarkan izin sementara penggunaan kembali Hagia Sophia sebagai masjid selama bulan suci Romadhan. Keputusan tersebut menimbulkan ketersinggungan dari Pemerintah Yunani. Dari faktor sejarah, Yunani merupakan penerus Kekaisaran Romawi dan tentu saja memiliki keterikatan kuat dengan Hagia Sophia. Setelah masa izinnya berakhir, Hagia Sophia kembali sebagai Musium.
Cita-cita Pemerintah Turki mengembalikan Hagia Sophia kembali menjadi masjid, sebagaimana yang dilakukan Sultah Muhammad Al-Fatih itu kini telah terealisasi. Situs Hagia Sophia telah kembali menjadi sebua masjid, meski alifungsi tersebut mengundang polemik internasional. Namun, Hagia Sophia merupakan aset Negera Turki. Pengalihfungsian sebagai masjid merupakan hak kedaulatan bangsa dan negara Turki yang tidak bisa dicampuri negara lain. END